Translator: Kujou
Editor: Qirin.
Chapter 6 - Temanku Hari Ini Tidak Mau Melakukan Permintaanku
"Kali ini, aku tidak akan mendengarkan permintaan mesum mu."
"Ada apa kok tiba-tiba kamu bilang begitu, Hazuki?"
Di dalam kamar Minato, keduanya berhadapan di seberang meja.
"Tapi, menurutku sudah jadi hal yang normal kan, melakukan itu?"
"Tidak normal sama sekali! Baru-baru ini, Minato selalu saja membicarakan hal-hal seperti celana dalam, meremas atau menghisap payudaraku... Apa yang sebenarnya Minato pikirkan tentang payudara dan celana dalam dalam perempuan?"
"Aku kan belum pernah bilang untuk menghisapnya"
"Kamu tadi bilang 'belum', itu artinya suatu saat pasti akan kamu lakukan!"
Kata Hazuki dengan ekspresi merah padam.
"Tidak usah dipermasalahkan, itu hanya candaan. Aku mengerti,"
kata Minato sambil mengetuk buku pelajarannya di atas meja.
"Aku tidak akan meminta hal-hal aneh saat kita belajar untuk ujian. Malah, aku ingin membantu Hazuki untuk bisa lebih fokus belajar”
Hazuki dan Minato bersekolah di SMA yang mengikuti sistem tiga semester, dan kini ujian tengah semester sudah semakin dekat di musim gugur.
Pertama kali Hazuki meminta bantuan belajar dari Minato adalah menjelang ujian akhir bulan Juli.
Meskipun permintaannya mendadak, kali ini Minato sudah siap.
Selain itu, sejak musim panas hingga sekarang, Minato sering memperhatikan Hazuki dengan seksama.
Minato yakin bahwa Hazuki tidak sungguh-sungguh dalam belajar.
"Aku yakin kamu tidak sungguh-sungguh mendengarkan pelajaran. Buku pelajaran dan catatanmu terlalu bersih"
Hazuki terdiam sejenak, lalu menjawab dengan enggan,
"Ah, ada juga kok orang yang malas tapi berprestasi...., mungkin memang tergantung pada individunya... Yah, memang ada orang yang bisa melakukan itu,”
Kata Hazuki sambil menoleh ke samping dan pandangannya melayang jauh.
“Orang-orang seperti itu sepertinya tidak ada di pikiranku. Siapa dia?”
“Orang dari sekolah lain, cerita tentang murid di sekolah menengah lain. Jadi kamu tidak perlu khawatirkan tentang itu.”
“Baiklah.”
Kata Minato, dia merasa tertarik dengan cerita Hazuki, jadi dia menanyakan lebih lanjut, tapi sepertinya itu bukan hal yang seharusnya dibahas.
Meskipun mereka adalah teman yang dekat, kadang-kadang mereka bisa salah dalam menyampaikan perasaan dan jarak antara satu sama lain.
“Ngomong-ngomong, karena Hazuki adalah ratu di kelas, jika ada orang yang terlalu bodoh dan menyebalkan, mereka pasti akan ditinggalkan.”
“...Jika itu terjadi, kamu pasti akan tetap bersamaku, kan?”
“Tentu saja. Isi kepala Hazuki tidak ada hubungannya denganku.”
“Hmm, yang penting bagi Minato hanyalah isi pakaianku, kan?”
“Ya, aku akui itu.”
“Jangan bilang begitu! Tapi, jika kamu mengatakan bahwa kamu tidak tertarik, aku akan memukulmu!”
“Jika begitu, itu hanya akan menjadi kebohongan besar.”
Minato memang sangat tertarik, inilah sebabnya dia mendapatkan kesempatan untuk melihat celana dalam Hazuki dan meremas dadanya.
“Tapi kali ini, aku ingin meminta bantuanmu! Minato, bantu aku untuk mencapai nilai rata-rata!”
Hazuki menundukkan kepala dengan kedua tangannya yang bersandar di atas meja.
Rambut panjang hazuki berwarna seperti susu, biasanya ia mengikatnya ke belakang.
Hazuki jarang melakukan ikatan rambut yang sembrono seperti ini.
Biasanya dia lebih berhati-hati dalam mengatur gaya rambutnya, dengan perincian ikatan atau tatanan kuncir yang dipilih dengan saksama.
Sepertinya dia benar-benar ingin fokus dalam belajar kali ini.
“Mungkin ambisi Hazuki terlalu rendah... tapi, ya sudahlah. Lagipula, walaupun sedikit di atas rata-rata, itu masih lebih baik dari pada kebanyak orang.”
“Tentu saja, banyak orang yang lebih pintar dari Minato”
“Apakah kamu sedang mencari masalah denganku?”
“Tapi, yang paling baik dalam mengajari aku adalah kamu”
“ Itu tidak mungkin ”
Minato merasa sedikit kesulitan dalam merespon setelah dia sebelumnya menurunkan harapan Hazuki.
“Karena kita teman, aku bisa merendahkan diri dan meminta bantuanmu untuk mengajariku Lihat, seperti yang kamu katakan, aku adalah ratu, kan?”
“Kamu yang bilang sendiri....Yah, aku memang tidak memuja Hazuki sebagai ratu.”
Hazuki menyatakan bahwa mereka adalah teman yang setara, tanpa memandang status atau posisi.
“Benar juga. Ruka juga sama seperti Minato, tapi sepertinya dia tidak terlalu pandai dalam mengajar orang lain.”
“Memang begitu... Tapi, apakah Serina-san tidak ingin belajar bersama kita? Dia tidak ingin merasa dikucilkan-kan?”
“Tidak apa-apa. Selain itu, katanya di rumah Ruka cukup ketat. Meskipun dia bilang kelompok belajar, dia pasti akan dimarahi jika keluar sebelum ujian”
“Ya, mungkin saja begitu”
Dengan prestasi akademis terbaik di kelas, ruka mungkin tidak memerlukan bantuan belajar dari siapapun.
Mungkin cara terbaik baginya adalah belajar dengan tekun di rumah dan membuat orang tuanya merasa senang.
“Ah, tidak mungkin kamu lagi-lagi menargetkan dada Ruka, bukan?” goda Hazuki.
“Ti-Tidak begitu!”
Balas Minato tergagap-gagap, menolak tuduhan tersebut.
“Apakah benar begitu? Waktu itu, Minato, kamu memandangi dada Ruka, kan?”
“Tidak ada orang yang tidak akan melihat dalam situasi seperti itu”
“Yah, memang sih... Dada gadis polos itu terlalu menggoda. Aku juga melihat itu dengan sungguh-sungguh.”
“Kamu benar-benar terlalu tertarik pada tubuh Serina-san. Tapi memang, itu adalah pemandangan yang luar biasa...”
Beberapa waktu lalu, entah apa yang dipikirkan oleh Serina, ia membuka beberapa kancing bajunya dan memperlihatkan dirinya dengan hanya memakai Bra.
Minato tidak bisa mengalihkan pandangannya dalam situasi seperti itu.
Bra putih yang menyelimuti dada yang berukuran cukup besar, terlihat lembut dan menarik dengan lekukan yang cukup mencolok.
“Tapi, kamu berhasil menahan diri untuk tidak menyentuhnya, itu sungguh luar biasa, setidaknya untuk Minato”
“Jangan mengelus kepalaku! ‘Setidaknya untuk Minato’ apa maksudmu dengan itu...”
Keluh Minato, tersinggung, sambil mundur menjauh dari Hazuki yang mengusap-usap kepalanya.
Minato memang berhasil menahan godaan yang kuat dari Serina.
Dia tidak akan meminta sesuatu yang mustahil, dia hanya meminta Serina untuk memakai kembali bajunya.
“Ruka, sejak hari itu, setiap kali bertemu Minato di dalam kelas, dia selalu lari, kan?”
“Y-ya, mungkin begitulah.”
Meskipun Serina selalu sopan dan mengucapkan salam jika bertemu, ketika bertemu Minato pipinya langsung merah dan bergegas pergi.
Minato telah merelakan keadaan tersebut setelah insiden itu, tetapi...
“Mungkin seharusnya aku justru menyentuhnya saat itu. Jika tidak kulakukan apa-apa, itu justru akan lebih memalukan, bukan?”
“Kamu tidak boleh membuat seorang wanita malu, Minato-kun.”
“Uugh...”
Minato merasa bahwa dia tertangkap basah.
Meskipun Serina mungkin merasa sangat malu, dia telah menunjukkan dirinya dengan memakai Bra di depan Minato.
Jadi, sebaliknya, akan lebih memalukan jika dia mundur dan tidak melakukan apa-apa.
Namun, saat itu Minato belum berpikir begitu jauh.
“Baiklah, aku mengerti... Kali ini, aku akan meremas payudara Serina dengan benar!”
“Tapi apa Minato hanya ingin remasannya saja!?”
“Tidak, payudara Serina-san sebenarnya cukup besar lho, Hazuki juga mengatakannya tadi, kan.”
“Meskipun posturnya ramping, payudaranya ternyata lumayan besar ya... Oh, begitu ya, jadi Minato memang ingin meremas payudara cewek cantik ini?”
“Ap-apaan sih, matamu mengeluarkan aura yang aneh...”
Minato merasa cemas dengan tatapan tajam Hazuki.
“Aku bilang, tunggu dulu. Cukup dengan pembicaraan yang tidak perlu. Mari kita belajar!”
“Cara kamu mengalihkan pembicaraan benar-benar buruk. Tapi, ya sudahlah. Baiklah, Minato-sensei, Aoi-chan, kita belajar dengan sungguh-sungguh!”
“Kamu jadi serius sekali. Baguslah, rumahmu dekat dari sini, jadi kamu bisa belajar sampai larut malam tanpa harus khawatir pulang terlalu larut malam jadi. Mari mulai belajarnya.”
Minato memiliki nilai di tingkat menengah ke atas, sehingga cocok untuk mengajari Hazuki dalam pelajaran.
Karena perbedaan nilai mereka cukup besar, Minato dapat dengan mudah memahami di mana Hazuki kesulitan dan memiliki gagasan tentang cara mengajar yang tepat.
Oleh karena itu, daripada memilih Serina, Minato tampaknya lebih cocok sebagai pengajar Hazuki.
Hazuki sangat tidak menyukai belajar dan sering kehilangan konsentrasi, tetapi dengan Minato yang menenangkan dan membujuknya, mereka terus belajar selama sekitar lima jam hingga sudah waktunya umtuk makan malam.
“Nee, Minato. Mungkin sudah cukup sekarang, kan?”
“Hmm? Oh, sepertinya sudah lewat pukul sepuluh...”
Karena mereka begitu fokus, Minato tidak menyadari waktu berlalu.
Orang tua mereka biasanya pulang setelah jam sebelas malam.
Memang benar bahwa orang tua mereka tahu bahwa Minato dan Hazuki sering menghabiskan waktu bersama.
Namun, orang tua keduanya tidak terlalu ikut campur tangan dalam urusan anak-anak mereka.
Karena mereka tidak menghabiskan banyak waktu di luar rumah, tidak ada yang mengomentari Minato atau Hazuki tentang hal tersebut.
Bahkan, keduanya belum pernah bertemu orang tua masing-masing.
Minato dan Hazuki sebenarnya merasa seharusnya saling memberi salam kepada orang tua masing-masing, tetapi mereka terus menunda-nunda untuk bertemu secara langsung.
Meskipun begitu, mereka memiliki aturan untuk meninggalkan kamar masing-masing sebelum orang tua mereka pulang.
“Baiklah, mari kita akhiri belajar untuk hari ini sampai disini dulu.”
“Huhu, sepertinya aku belum pernah belajar sebanyak ini sebelumnya. Apakah itu bagus?”
Jawab Hazuki, sambil terkulai lemas di meja.
“Jika kamu bisa melewati rata-rata nilai dengan baik, itu sudah cukup bagus.”
“Hmph, kamu memang suka menuntut, ya, Minato. Tapi, setelah sebegitu banyak usaha, sekarang saatnya menikmati hadiahnya, kan?”
Hazuki tersenyum dengan penuh arti.
“Maaf, tunggu sebentar. Apakah kita pernah berbicara tentang hadiah jika kamu bisa melewati rata-rata nilai?”
“Hehehe, mari kita sepakat untuk menerima ‘bersembunyi di rumah dan belajar’ sebagai hadiah. Tapi setelah selesai, kita harus pergi ke taman hiburan Spoti dan karaoke, serta belanja. Oh ya, mari kita pergi ke ‘Fairyland’ juga!”
“Kamu benar-benar ingin bermain, ya...”
Kata Minato sambil cemberut.
“Fairland” adalah sebuah taman hiburan super besar.
Minato pernah pergi dua kali kesana dan sudah cukup menikmatinya, tetapi tampaknya tempat itu sangat populer di kalangan anak muda.
“Pergi bolos sekolah dan menginap di hotel fairland untuk bersenang-senang sepenuhnya... tidak apa-apa, kan?”
“Me-menginap di hotel?”
“Kenapa kau terkejut... Ah! Tunggu, tunggu, kau tidak memikirkan hal aneh, kan!?”
“Tentu saja tidak... kita hanya akan pergi bermain. Selain itu, teman-temanmu yang selalu populer juga akan ikut, kan?”
“Jangan panggil mereka ‘teman populer’. Yah, aku... ingin pergi bersama Minato saja.”
“Eh...?”
Di hadapan Minato yang terkejut, Hazuki terlihat canggung.
“Dengar, ada orang yang mengatakan bahwa ketika pasangan pergi ke Fairlan, mereka akan putus.”
“Ah, jangan bicara tentang itu.”
Ketika harus menunggu lama di atraksi, mereka merasa canggung atau kadang merasa frustasi karena banyak orang.
Dan bisa juga, ketika mereka terlalu fokus pada kesenangan di Fairlan, mereka jadi sadar bahwa mereka mungkin tidak cocok satu sama lain.
“Kita bukan pasangan, jadi tidak masalah, kan? Bahkan jika hanya berdua saja.”
“Baiklah... baik, mungkin tidak akan ada keraguan jika pergi bersama seorang teman.”
“Ya, tepat sekali. Jadi tidak masalah kalau kita menginap di sana dan bersenang-senang sepenuhnya.”
“...Tapi tunggu, apakah hotel di sana tidak mahal? Berapa biaya untuk dua kamar?”
“Kita bisa menginap dalam satu kamar... tidak masalah. Kasur-kasurnya terpisah, jadi tidak masalah jika kamu melihatku tidur atau apa pun.”
“............”
Teman yang menginap dalam satu kamar... tidak ada yang aneh jika teman dengan jenis kelamin yang sama.
“...Hazuki mungkin tidak masalah jika orang melihat celana dalammu saat tidur.”
“Hei, jangan berkata seperti itu! Jangan menyebutku seperti ‘wanita murahan’!”
“Maaf.”
Meskipun Minato tidak pernah menganggap Hazuki sebagai wanita murahan, dia merasa Hazuki terlalu ceroboh.
Dia ingin Hazuki lebih berhati-hati dan lebih waspada di sekitarnya, bahkan jika hanya sedikit.
Meskipun, dia juga berpikir dia boleh-boleh saja tidak berhati-hati ketika berada di sekitarnya.
“Tapi, meskipun begitu, aku tidak masalah jika teman-temanku melihat. Aku juga ingin melihat celana dalam teman-temanku dengan santai.”
“Kamu jadi lebih sering sekali berkata seperti itu...”
Ketika Serina menunjukkan celana dalamnya, Hazuki juga sangat tertarik melihatnya.
Ternyata, bahkan di antara teman wanita, mereka juga tertarik pada hal-hal di balik rok.
“Sekarang... A-apa yang harus kita lakukan, Minato?”
“Hah? Apa maksudmu?”
“Hari ini aku tidak akan memintamu untuk hal-hal yang me-mesum... Tapi untuk permintaan yang tidak me-mesum, aku akan mendengarkanmu. Kamu sudah sangat sabar mengajariku belajar dengan serius. Aku harus berterima kasih padamu, kan?”
“Aku merasakan ada kebencian di dalam kata-katamu? Tidak apa-apa, sebagai teman, aku bisa mengajari tanpa adanya imbalan.”
“Apakah benar begitu?”
Hazuki mendekat ke meja.
Dada yang sering kali menjadi perhatian muncul di atas meja.
Dengan isi yang begitu penuh, payudara itu memang luar biasa.
“...Sepertinya Hazuki sangat ingin dimintai sesuatu dariku.”
“Bo-bodoh! Tentu saja tidak!”
“Tapi, aku tidak tahu apa yang ingin dilakukan selain hal-hal yang berbau-bau mesum...”
“Kalian para laki-laki, memang seperti begitu. Jika, katakanlah, suatu saat kalian memiliki pacar, dan terus-terusan meminta hal mesum, pasti akan ditolak atau dijauhi, bukan?”
“Hazuki benar-benar meragukan kemungkinan aku memiliki pacar, ya?”
Percakapan ini, selain tidak sopan, juga mengandung kebenaran yang menyakitkan.
“Tidak, sekarang aku tidak memiliki permintaan khusus untuk Hazuki, kamu pasti lelah. Pulanglah, mandi, dan tidurlah lebih awal. Karena malam hari akan menjadi lebih dingin, pakailah sesuatu yang hangat dan jangan begadang terlalu lama dengan melihat smartphone mu, mengerti?”
“Kamu mulai terdengar seperti seorang ibu. Hmm, jangan menyesal karena mengabaikan kesempatan untuk meminta sesuatu yang spesial dariku.”
Hazuki mulai menata buku catatan dan lembaran soal di atas meja, lalu berdiri.
“Eh, Minato...”
“Hm?”
“Karena seorang gadis pulang begitu larut malam, mestinya kau harus mengantarku pulang hingga ke rumah, bukan?”
“Rumahmu hanya dua lantai di atas dengan naik lift, bukan?”
Sejauh ini, meskipun Hazuki pulang agak terlambat, Minato tidak pernah mengantarnya hingga ke rumah.
Tentu saja, sebelumnya juga Hazuki tidak pernah meminta untuk di antar pulang....
“Aku tahu. Meskipun ini di dalam gedung apartemen, tetap tidak boleh lengah, kan?”
Minato pun mulai berdiri dan berjalan keluar terlebih dahulu.
Jelas-jelas tidak perlu mengantarnya hingga sampai ke rumah, tetapi Minato ada perasaan “Aku kali ini tidak boleh menolak permintaan Hazuki.”
Minato dan Hazuki keluar dari aparteman, berjalan di koridor, lalu menaiki lift dua lantai.
Keluar dari lift, mereka berjalan lagi di koridor hingga berdiri tepat di depan pintu apartemen Hazuki.
“Ibu mungkin pulang akan terlambat lagi. Akhir-akhir ini, dia pulang lebih malam dari biasanya.”
“...Minato, apakah kamu juga sudah lelah?” tanya Hazuki.
“Huh?”
Hazuki merapatkan tubuhnya lalu mendekat kearah Minato.
Kedua dadanya yang menonjol menyentuh tubuh Minato.
“Ti-Tidak, sebenarnya tidak...” jawab Minato sambil tergagap.
“Apakah wajahmu sedikit merah? Mungkin kamu demam?” tanya Hazuki, mengira wajah Minato memerah karena kontak dengan dadanya.
“Mungkin ya? Sedikit hangat”
Hazuki semakin mendekat sampai hidung mereka saling bersentuhan.
Wajah cantik Hazuki terlalu dekat dengan Minato...
Hazuki menutup matanya seolah memeriksa suhu tubuh Minato dengan menempekan dahinya.
Namun, pandangan Minato bukan tertuju pada mata Hazuki, ia tanpa sadar terpanah pada garis hidung dan bibir tipisnya.
Bibirnya yang halus dan terlihat lembut.
Napas ringan keluar dari bibir Hazuki dan itu saja sudah membuat Minato merasa gugup.
“Ba-Baiklah... aku juga tidak yakin. Mungkin... kamu akan baik-baik saja”
Akhirnya menyadari dirinya terlalu dekat dengan Minato, wajah hazuki menjadi merah padam.
Ia mundur beberapa langkah dan bersandar pada pintu depan rumahnya.
Situasinya menjadi sedikit canggung, ia terus melirik Minato, seolah ingin mengatakan sesuatu.
Minato teringat pembicaraan mereka beberapa saat yang lalu.
Hazuki ingin membalas jasanya karena telah membantunya dalam belajar, dan juga...
“...Permintaan yang mesum pantas tidak diizinkan, bukan?”
“Ti-Tidak...,” jawab Hazuki, sambil sedikit menundukkan kepala.
Perhatian Minato semakin tertuju pada bibir yang ada di depannya...
“A-Apakah ciuman juga dianggap mesum?”
Kata Minato tanpa bisa mengendalikan diri, matanya terpaku pada bibir Hazuki yang menarik itu.
“Ci-Ciuman... itu sepertinya salam, kan...?”
Lorong itu sunyi, tidak ada tanda-tanda orang lain di sekitar mereka.
Walaupun seseorang bisa keluar dari lift atau ruang apartemen lain kapan saja...
Untuk saat ini, hanya mereka berdua, Minato dan Hazuki.
“Kalau itu seperti salam di antara teman... maka... baiklah”
Minato terkejut, tetapi ia juga yakin bahwa Hazuki akan mengangguk.
“Oh, tapi! Hanya sekali! Hanya sekali saja!”
“Baiklah”
Biasanya, tidak ada salam bagi teman laki-laki dan wanita untuk saling berciuman.
Namun, Hazuki tampaknya tidak masalah jika hanya sekali.
“Sungguh, jika hanya sekali... cium aku...”
“Kalau begitu...”
Minato dengan hati-hati meraih bahu Hazuki yang lembut. Sekali lagi mendekatkan wajahnya.
“Hmm...”
Minato mencium Hazuki dengan sentuhan ringan.
Hanya dengan itu, sebuah kelembutan yang meleleh di mulut Minato tersampaikan dari bibir Hazuki.
Saking lembutnya, hingga rasionalitas Minato meledak.
“Hmm... Hmmm!? Hmmm...!”
Minato menempelkan bibirnya, yang baru saja disentuh dengan ringan, padanya dan melahap bibir Hazuki.
Membuat suara ‘chuu ‘chuu, menghisap bibir lembut Hazuki, dan menghisapnya dengan kuat.
Yang lebih gila lagi, dia menjulurkan lidahnya, memasukkannya ke dalam mulut Hazuki, dan mengaduk-aduk bagian dalamnya.
Dia menemukan lidah Hazuki, membelitnya, menghisapnya, dan mencicipi bibirnya lagi dan Hazuki juga menjulurkan lidahnya sebagai tanggapan dari Minato.
Minato menyentuh lidah Hazuki dengan ujung lidahnya yang menjulur dan membelitnya lagi.
“Hmm, hmm, nmm... hmm, nmm...!”
Minato memeluk tubuh ramping Hazuki, menghisap bibirnya, melilitkan lidahnya, dan dengan kuat menghisap lidah yang telah dimasukkan ke dalam mulutnya sendiri.
“Nu, nmm, nmm, nmm... hmm, nmm... ♡”
Jurujuru, Chuu, chuuu, bibir bertumpang tindih dengan keras, suara lidah terjalin, dan suara desahan dari mulut Hazuki bergema di lorong.
Setelah mencicipi bibir Hazuki secara menyeluruh.
“Faaa...!
“Aku minta maaf... Tapi, itu hanya sekali, kan?”
Ketika Minato melepaskan tubuh Hazuki, pipi Hazuki menjadi merah padam sampai ke telinganya dan memelototi Minato.
“Oh, apakah itu juga hanya satu kali? Yah, itu mungkin benar, tapi satu kali yang tadi itu lama! Bukankah kamu tadi melakukannya lebih dari lima menit...?”
“Yah... Aku tidak menghitungnya.”
Meskipun begitu, untuk menepati janji hanya satu kali, pasti ada rasa kedangkalan dalam mencoba untuk benar-benar hanya menikmati satu kali saja.
“Meskipun ini adalah pertama kalinya aku berciuman... itu lebih menakjubkan daripada kamu meremas payudaraku...”
Tentu saja, urutan tersebut salah. Biasanya, setelah berciuman akan pergi ke dada.
“Eh, itu berisik. Tidak apa-apa jika ini adalah pertama kalinya, aku merasa seperti akan pinggangku lemas...”
“Oh, hei, kau baik-baik saja?”
“Karena aku tidak bisa bergerak... mungkin aku tidak bisa melawan apapun yang terjadi.”
“Hah? Hazuki, apa yang kamu katakan?”
“... Aku tidak akan mengatakannya lagi. Tapi tolong jangan panik dan tetap tenang.”
“............”
Dengan kata lain, tampaknya batas jumlah ciuman telah dicabut.
“Tetaplah bersikap tenang... ya♡”
Hazuki mencondongkan tubuh ke depan dan menciumnya dengan lembut.
Hazuki tidak bisa berdiri dengan kuat karena pinggangnya lemas, tapi sepertinya dia bisa bergerak untuk saat ini.
Minato merasakan kegembiraannya meningkat lagi....
“Yann, nnn......chuu, nnn......♡”
Dia memeluk Hazuki lagi, dan kali ini dia terus menciumnya dengan lembut.
Ciuman yang panjang dan intens adalah yang terbaik, tetapi tidak buruk untuk mengulangi ciuman ringan seperti ini.
Setiap kali Minato melepaskan bibirnya, Minato bisa melihat wajah imut Hazuki yang memerah karena malu.
Minato memeluk Hazuki, yang masih lemas, dan menikmati kelembutan tubuhnya.
Mereka berciuman sebentar, menjulurkan lidah dan saling melilit, dan menyatukan bibir mereka lagi untuk melahap.
“Nnnnn, ini intens lagi... Nn, kamu bisa melahapku lebih banyak lagi ♡”
Tidak mungkin ciuman dengan teman wanita yang terlalu imut ini bisa dilakukan dengan tenang.....
Post a Comment