NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

[LN] JGeneki JK Idol-san wa Himajin no Ore ni Kyomi ga Arurashii Volume 1 - Chapter 7 END [IND]


 Penerjemah : Izhuna 


Proffreader : Izhuna


Chapter 7 : Idol JK Aktif Ingin Melihat Kembang Api


“Kembang Api, ya?”


Setelah pulang dari Toyosu, saya langsung mulai menyiapkan makan malam. 


Aku ingin menyelesaikannya sebelum Dosiko-san pulang dari kerja. 


Aku mengeluarkan hanpen yang ku beli hari ini di Toyosu dari kantong plastiknya. 

Saat aku mengupas plastik pembungkus hanpen, saya melihat tanggal kadaluarsanya.


“15 Agustus”


Yah, aku akan mengonsumsinya hari ini jadi tidak masalah... Eh? 

815, angka ini entah mengapa menarik perhatianku. 


Ah—angka itu. 


“Aku menantikannya,” 


Nomor yang sama yang dikatakan Sakurasaki dengan isyarat tangan... Eh? Tunggu. 


Aku langsung menghentikan persiapan makan malam dan mencari “Sakurazaki Nako” di ponselku. 


“Jadi begitu...” 


Saat aku membuka profil Sakurazaki, aku langsung mengerti. 


Angka 815 dari isyarat tangan berarti 15 Agustus—yang artinya, itu adalah hari ulang tahun Sakurazaki. 


Itulah mengapa dia menekankan angka tersebut.


“Bermakna dia ingin aku merayakannya...? Kenapa tidak langsung mengatakannya saja.” 


Sambil menghela nafas, aku kembali melanjutkan persiapan makan malam. 


Kukira aku mungkin tidak akan menyadarinya jika aku tidak membeli hanpen itu. 


Karena itu hari ulang tahunnya, mungkin sebaiknya aku menyiapkan hadiah? 


“Hadiah ulang tahun untuk Sakurazaki, ya?” 


Apa yang membuat seorang gadis bahagia? 


Jika itu Nanamizawa, dia selalu sangat senang menerima kartu hadiah setiap tahun... 


Setelah selesai menyiapkan makan malam, saya menunggu kembalinya Dosiko-san sambil mencari “hadiah untuk gadis” di ponselku dan merenungkannya. 


Namun, aku kesulitan menemukan sesuatu yang tepat. 


“Tidak ada gunanya terus-menerus khawatir. Dalam kasus seperti ini, mungkin lebih baik aku bertanya pada Nanamizawa.” 


Dengan pikiran tersebut, saya membuka aplikasi lime dan mengirim pesan kepada Nanamizawa, meminta bantuan untuk memilih hadiah untuk Sakurazaki. Segera setelah itu, Nanamizawa meneleponku tanpa menunggu. 


“Eh, kamu mau memberi hadiah kepada Nako-chan? Apa kamu mau menyatakan cinta?!” 


“Bukan itu. Ulang tahun Sakurzaki sudah dekat jadi aku sedang memilih hadiah.” 


“Oh? Hee~?” 


“Apa reaksi itu?” 


“Kamu cukup berani ya. Nako-chan pasti akan senang.” 


Meskipun Nanamizawa sepertinya salah paham, aku mengabaikannya dan melanjutkan pembicaraan. 


“Aku butuh bantuanmu untuk memilih hadiah untuk Sakurazaki, bisa?” 


“Tentu saja! Bagaimana dengan lusa?”


“Tidak, aku akan memilihnya secara online jadi aku hanya butuh saranmu.”


“Enggak bisa! Kamu harus memilihnya dengan mata kepala sendiri supaya perasaanmu bisa tersampaikan.”

“Hah? Perasaan apa maksudmu...”


“Pokoknya! Kita ketemu di depan Stasiun Ueno hari Minggu jam 1 siang! Itu saja!”


Dan telepon pun terputus.


Sepertinya, kebiasaan ikut campur Nanamizawa belakangan ini makin menjadi-jadi...


Tapi, apa yang dikatakan Nanamizawa juga ada benarnya.


Dari hari ini sampai ulang tahun Sakurazaki tersisa delapan hari lagi. Tidak ada jaminan bisa bertemu di hari H, jadi lebih fleksibel kalau membeli hadiah dari toko dan sudah memiliki barangnya.


Saat aku memasukkan jadwal dengan Nanamizawa ke kalender ponselku, aku mendapat pesan dari Sakurazaki.


“Sakurazaki: Fufufu. Mau dengar kabar baik atau kabar buruk dulu?”


Meskipun sebenarnya aku tidak terlalu peduli, aku membalas dengan “Kabar baiknya dulu.”


“Sakurazaki: Oke, kabar baiknya dulu. Hari liburku minggu ini, Sabtu sore jadi libur!”


Sabtu itu... empat hari lagi.


“Sakurazaki: Nah, untuk kabar buruknya... selama liburan musim panas, itu akan menjadi hari libur terakhirku. Maaf ya.”


Serius nih...


Dalam sekejap, sudah diputuskan bahwa aku akan memberikan hadiahnya empat hari lagi.


                                                    ∆∆∆


Waktu itu memang berlalu seperti anak panah, ketika aku menyadari hari ulang tahun Sakurazaki tiba, sibuk memilih dan membeli hadiah untuknya, tiba-tiba saja sudah hari perayaan kembang api. Perayaan kembang api di malam hari menjadi salah satu keindahan musim panas yang tidak terlupakan. Di Tokyo sendiri, banyak sekali perayaan kembang api yang diadakan, dan beberapa di antaranya bahkan dihadiri oleh hampir satu juta orang. Namun, pergi ke perayaan kembang api yang sesak itu bersama Sakurazaki Nako pasti akan berakhir dengan kekacauan. Jadi, aku memutuskan untuk mencari perayaan kembang api di wilayah Kanto yang tidak terlalu ramai dan memilih salah satu yang cocok dengan jadwal Sakurazaki.


Pada hari itu, aku berangkat dari rumah dengan mengenakan jinbei dan naik kereta bawah tanah menuju lokasi acara. Ini adalah kali pertama aku menghadiri perayaan kembang api setelah lima tahun. Lima tahun lalu, aku datang ke perayaan kembang api yang sama, bersama dengan Doiko-san dan Nanamizawa. Setelah itu, Nanamizawa sibuk dengan klubnya, dan Doiko-san menjadi lebih sibuk dengan pekerjaannya, jadi kami tidak pernah kembali ke perayaan kembang api ini (meskipun aku masih tetap senggang).


Ketika aku keluar dari stasiun dan berjalan di jalan malam menuju lokasi, semakin dekat dengan lokasi, semakin banyak stan malam yang muncul, dan jumlah orang pun semakin bertambah. Dibandingkan dengan perayaan kembang api yang terkenal, orang di sini lebih sedikit, dan ketika kembang api dinyalakan, semua orang pasti akan melihat ke arah itu, jadi sepertinya hari ini aku tidak perlu terlalu khawatir tentang Sakurazaki terlihat oleh orang lain.


“Tunggu, Himahara-kun!”


“Hm?”


Aku mendengar suara yang memanggilku dari belakang, dan ketika aku menoleh, aku melihat Sakurazaki yang mengenakan yukata dan kacamata gaya.


“Maaf bikin kamu nunggu. Gimana, yukata ini... bagaimana menurutmu?”


Yukatanya yang putih dengan hiasan bunga gentian biru gelap memberikan kesan yang sangat berbeda dari Sakurazaki yang biasanya.


“Lebih dewasa dari yang kukira.”


“Ehehe, kan?”


Melihat senyum polosnya, aku kembali merasakan kesan anak-anak dari dirinya. Sepertinya, tidak mungkin isi dirinya berubah.


“Karena yukatanya putih, hati-hati jangan sampai kotor, ya?”


“Ei, aku kan nggak akan kotorin! Aku kan bukan anak-anak.”


“Apakah ini bendera?”


“Bukan bendera kok!”


Kami memutuskan untuk melihat-lihat stan malam sampai waktu kembang api dimulai.


“Himahara-kun sepertinya jago ya kalau main tangkap ikan mas.”


Sakurazaki menunjuk ke stan tangkap ikan mas terdekat sambil berkata begitu.


“Itu kesan yang kayak gimana sih?”




“Kan, kamu bisa dapetin boneka dari mesin kloem dengan satu koin kan? Kayaknya kamu ahli banget deh.”


“Enggak juga sih... Tapi yah, paling nggak aku tau sedikit triknya.”


“Seriusan?!” Sakurazaki bersinar matanya penuh kekaguman.


“Kamu pengen ikan mas?”


“Iya! Di rumahku pelihara hewan itu dilarang, tapi kayaknya ikan mas diizinkin... Tolong dong, Himahara-kun!”


“Boleh sih... Tapi kamu harus janji bisa merawatnya setiap hari, bisa?”


“Janji!”


Pengen ikan mas ya, masih keliatan banget kalo dia itu masih anak-anak.


“Trus, trus, apa triknya? Ada trik khusus buat menangkapnya gak?!”


“Tenang dulu, Sakurazaki. Coba dulu lihat cara aku.”


Ini adalah sesuatu yang Michiko Oba-san ajarkan padaku dan Nanamizawa lima tahun yang lalu, katanya dalam menangkap ikan mas bukan Cuma soal keahlian, tapi juga pentingnya strategi sebelum beraksi. 


Ternyata, ada beberapa ukuran untuk kertas penangkap ikan mas, dari nomor 4 sampai 7, dan semakin rendah nomornya, semakin kuat kertasnya. 


Ukuran itu berbeda-beda tergantung stan, dan penting banget buat menilai itu sebelum memulai... Yah, ini semua Cuma ilmu dari Michiko Oba-san sih.


Sambil mengingat itu, aku meneliti kotak kardus yang ada di belakang stan dan bisa melihat angka 5 yang samar-samar tercetak.


“Oke, kita coba di stan ini.”


Aku memberikan dua ratus yen ke pemilik stan dan menerima kertas penangkap dan mangkuk.


Aku berhasil memilih kertas penangkap yang tepat, tapi masih nggak yakin sama cara menangkapnya.


Mengingat-ingat kembali kenangan lima tahun lalu, aku coba ingat bagaimana cara Michiko Oba-san menangkapnya.


“Jadi, pertama-tama, basahi kertasnya sedikit... terus dari sudut empat puluh lima derajat, gini...”


Dengan cekatan, aku menangkap ikan mas dan langsung memindahkannya ke mangkuk yang aku pegang di tangan satunya.


“Wah, keren! Langsung dapet dari sekali coba.”


Sejujurnya, aku sendiri juga kaget.


Gak nyangka bisa secepat itu.


Aku pengen coba lagi untuk ikan yang kedua, tapi pas aku perhatikan, kertas penangkapnya sudah sobek sedikit.


Yah, mungkin tadi itu Cuma beginner’s luck.


“Sakurazaki juga bisa kok kalau mengikutin caraku.”


“Beneran? Kalau gitu aku juga...”


Sakurazaki juga menukar dua ratus yen dengan kertas penangkap dan mangkuk dari pemilik stan, dan dengan hati-hati dia mulai menggerakkan kertas penangkapnya seperti yang aku lakukan.


“Oke...”


Kayaknya dia udah fokus memilih targetnya.


Sakurazaki dengan teliti mengatur bidikannya, dan saat ikan mas yang dia incar mendekat...


“Yosh!”


Dengan gerakan tangan yang cepat, Sakurazaki berhasil menangkap ikan mas, dan meski kertas penangkapnya robek, ikan mas itu dengan sukses masuk ke dalam mangkuknya.


“Masuk! Udah masuk nih!”


“Wah... Hebat, Sakurazaki!”


“Ehehe, puji aku lebih banyak dong~”


Sakurazaki menunjukkan ikan mas di dalam mangkuknya sambil tersenyum lebar.


“Kedua ikan ini, tolong dimasukin ke satu kantong ya.”


Setelah memberikan dua mangkuk kepada pemilik stan, dia memasukkan kedua ikan itu ke dalam satu kantong.


“Nih, jangan bikin adikmu nunggu lama. Semoga kalian berdua bisa akrab ya.”


“Adik?! E-eh, saya bukan adiknya lho!”


Ternyata dari pandangan orang lain, Sakurazaki kelihatannya seperti adikku.


Setelah menerima ikan mas dari pemilik stan dan keluar dari sana, Sakurazaki terus memandangi kantong ikan mas itu.


“Lucu banget~! Nama buat ikan mas ini kira-kira apa ya~?”


“Mau kasih nama juga?”


“Iya dong!”


Sakurazaki mengangguk dengan semangat yang ceria.


“Ayo dong, kita pakai nama kita berdua!”


“Nama kita berdua?”


“Ikan yang agak besar ini namanya ‘Kou’, dan yang kecil lucu namanya ‘Nako’.”


Yah, walaupun Sakurazaki yang bakal merawatnya, bukan urusanku sih... Tapi semoga aja ikan-ikan ini bisa hidup lama.


“Eh, tapi... kalo Kou dan Nako punya anak gimana ya...”


“Ah... Iya juga ya, kalo mereka jantan dan betina, memang ada kemungkinan itu.”


“Ya, itu... Kalo anaknya lahir, kita kasih nama bersama-sama ya?”


Sakurazaki berkata sambil tersenyum malu-malu.


Gak jelas kenapa dia malu... Ah, sudahlah.


“Sudah mau waktunya kembang api nih, yuk pindah tempat.”


“Pindah ke mana?”


“Kembang api di sini itu kalau dilihat dari taman di atas bukit, cantik banget loh. Gimana kalo kita beli makanan di stan dulu, terus nonton sambil makan di sana?”


“Setuju! Berarti kita harus buru-buru beli makanannya nih!”


Gak perlu buru-buru sih...


“Sate, yakisoba, takoyaki, trus buat dessert kita ambil apel karamel ya!”


“Kalau banyak-banyak gitu kebanyakan dong.”


Sakurazaki emang gak ada habisnya kalau soal makan.


Kalo diajak ke tempat makanan apa saja, bisa-bisa apa jadinya ya...


“Ayo Himahara-kun! Cepetan beli makanannya yuk!”


Sesuai keinginan Sakurazaki, kita muter-muter ke stan makanan, dan sebelum kembang api dimulai, kita menuju ke taman itu.


                                                ∆∆∆


Himahara-kun membawaku ke taman yang terletak di bukit yang lebih tinggi.


“Lima tahun lalu, ketika aku datang ke festival kembang api ini, tanteku, Michiko-san, memberitahuku tentang tempat ini. Semua orang pergi ke tepi sungai atau ke kios-kios di festival, jadi taman ini menjadi tempat rahasia,” katanya.


Seperti yang dikatakan Himahara-kun, tidak ada orang lain di taman tersebut.


Kami duduk berdampingan di bangku taman, menatap ke arah langit tempat kembang api akan meledak.


Aku melepas kacamata hitam yang ku kenakan dan melirik Himahara-kun yang duduk di sampingku.


Himahara-kun yang menunggu kembang api sambil menatap langit malam.

Mungkin aku harus menggandeng tangannya secara diam-diam...


Saat aku hendak mendekatkan tanganku ke tangan Himahara-kun, saat itu...


...Sssshhh.


Kembang api mekar di langit malam, dan suara peledakannya bergema beberapa saat kemudian.


Aku terpesona oleh kembang api yang terbentang di depan mataku.


Kembang api yang meledak tanpa henti.


“Wah, kembang api... indah...”


Kami berdua duduk di bangku, menatap ke atas ke kembang api di langit malam.


“Aah, indah.”


Kami terpesona oleh keindahan bunga-bunga yang mewarnai langit.


Berkembang secara singkat dan berhamburan dalam sekejap.


Di hadapan seni yang begitu indah namun efemeral ini, aku kehilangan kata-kata.


Ini adalah pertama kalinya saya melihat kembang api dari dekat.


Aku pernah melihatnya saat pulang dari latihan atau saat bekerja, tapi ini pertama kalinya aku pergi ke festival kembang api bersama seseorang.


Aku begitu terpukau sampai-sampai aku hampir lupa dengan makanan yang baru saja kami beli di kios tadi, ketika Himahara-kun menyentuh bahuku dengan ringan.


“Hey, Sakurazaki... bisakah kamu menutup matamu sebentar?”


Aku bingung kenapa dia memintaku untuk menutup mata.


“Coba saja, ayo.”


Himahara-kun sedikit lebih paksa dari biasanya.


Dengan perasaan bergejolak, saya perlahan menutup mata saya.

Ini... ini...


Apakah... apa yang akan terjadi, apa yang akan dia lakukan padaku?


Jantungku berdetak kencang meski tanpa sentuhan.


Saat aku menunggu dengan deg-degan, tangan Himahara-kun menyentuh poni saya dengan lembut.


Apakah ini... ciuman?!


“Aku belum pernah melakukannya, jadi tidak tahu apakah bisa melakukannya dengan baik...”


Sambil menyentuh rambutku, Himahara-kun berbisik demikian.


Belum pernah... apakah ini benar-benar ciuman, Himahara-kun...?!


Aku menutup mata, menahan napas yang menjadi tidak teratur, dan fokuskan perasaan pada bibirku yang sedikit di monyongkan.


                                              ∆∆∆


Aku merasa gelisah.


Rambut cewek itu licin banget, sulit banget buat aku menyisirnya ke samping.


Dan aku nggak yakin, tapi sepertinya Sakurazaki terus-terusan mencucirkan bibirnya, mungkin dia lagi coba buat muka lucu.


Dengan tangan yang belum terbiasa, aku menyisir poni Sakurazaki ke kiri, lalu menggunakan penjepit rambut yang ada di tanganku.


“Oke... selesai. Sakurazaki, buka matamu.”


Bersamaan dengan isyaratku, mata Sakurazaki perlahan terbuka.


“...Himahara-kun?”


“Sakurazaki... meskipun masih agak cepat, selamat ulang tahun.”


Penjepit rambut bentuk bunga sakura yang aku pilih untuk Sakurazaki.


Sakurazaki menyentuh penjepit itu dengan tangannya, lalu tiba-tiba dia menggigit bibirnya erat.


“Sakurazaki?”


“Himahara-kun, ini... untukku?”


“Eh, iya. Sebenarnya aku ingin memberikannya pada tanggal lima belas, tapi aku dengar hari ini adalah hari terakhir kita bisa bertemu di liburan panas ini. Jadi aku pikir, meskipun masih cepat, aku akan memberikan hadiah ulang tahunmu... eh, Sakurazaki?”


“Himahara-kun...!”


Tiba-tiba Sakurazaki memelukku.


Wajah Sakurazaki sangat dekat, hanya berjarak seujung hidung, dan wangi parfumnya yang selalu sama menyengat hidungku.

(Tln: Aku juga mau)


Aku belum pernah melihat wajah Sakurazaki dari jarak sebegitu dekat.


Semakin aku memandang, semakin aku terhanyut dalam keimutannya.


Sakurazaki ini, ternyata...


“Terima kasih! Aku senang banget, Himahara-kun!”


“Syukurlah. Kalau kamu suka, aku juga senang.”


“Aku akan menjaga ini seumur hidup. ...Aku ingin terus merasakan Himahara-kun.”


“Sakurazaki...”


“...Nah, sekarang giliran Himahara-kun yang pejamkan matanya.”


Seperti yang dia minta, aku menutup mataku.


Lalu, tangan kecil Sakurazaki memegang wajahku, dan pada saat itu, ada sensasi lembut di pipiku.


Meskipun gelap, suara kembang api masih terdengar jelas.

Dan napas manis Sakurazaki menyapu pipiku.


Kemudian lagi, sensasi lembut itu datang, kali ini seolah waktu berhenti dan terus melekat tanpa terpisah... eh?


Tiba-tiba, saat aku membuka mata, aku menyadari bibir Sakurazaki menempel di pipiku.


“...Hah?!”


Sakurazaki terkejut karena aku membuka mata, dan dengan suara yang manja dia melepaskan bibirnya, lalu terdengar lagi napas manisnya.


“Sa, Sakurazaki.”


Aku menempatkan tanganku di pipiku.

Baru saja, bibir Sakurazaki... di sini...


(Tln: Cemburu ane cok)


Err... maaf! Aku terlalu senang sampai-sampai perasaanku jadi aneh! Aku nggak bisa berhenti!”


“Eh, tenang, Sakurazaki! Lihat, ini sama aja kayak waktu kita bersemangat terus pelukan, kan?!”


“Iya, iya, sama! Jadi! Maksudku, nggak ada arti yang dalam atau apa gitu!”


“Iya, benar juga!”


Entah kenapa, kami berdua jadi panik.


Sakurazaki meneguk teh botolnya sebelum mulai menenangkan diri dan bicara lagi.


“Ngomong-ngomong, Himahara-kun... Kamu akan tetap di sampingku kan, selamanya?”


“Ah, kalau kamu oke dengan itu...”


“Aku nggak mau kalau bukan Himahara-kun! Aku mau pergi ke banyak tempat bersamamu, dan melihat banyak pemandangan bersamamu!”


“Baiklah. Kalau begitu, sekarang”


Aku menggenggam tangan kecil Sakurazaki, mengaitkan jari-jari kami.


“Mau nonton kembang api?”


“Ya!” 


Kembang api yang menghias langit malam cukup untuk menyembunyikan pipi kami yang merona.


                                           ∆∆∆


Sambil masih terhanyut dalam suasana setelah pesta kembang api, aku dan Sakurazaki berjalan menuju stasiun.


“Lihat, Himahara -kun! Kou dan Nako sudah berlari-lari kesana kemari sejak tadi. Mereka berdua memang baik-baik saja ya,” 


“Iya, memang,” 


Di perjalanan pulang, Sakurazaki terlihat ceria saat melihat ikan mas. Apapun itu, aku lega karena pesta kembang api berakhir dengan selamat, dan Sakurazaki tampak senang dengan hadiah yang kuberikan.


Kalau dipikir-pikir, empat hari ini benar-benar sibuk.


Dua hari setelah aku menyadari hari ulang tahun Sakurazaki, sesuai rencana, aku pergi ke Ueno bersama Nanamizawa untuk memilih hadiah, tapi ternyata tidak mudah.


Sambil mendengarkan saran dari Nanamizawa, aku menghabiskan satu hari penuh mengunjungi berbagai toko, tapi susah menemukan yang tepat. Setelah keluar masuk banyak toko, akhirnya aku menemukan jepit rambut ini.


Nanamizawa juga setuju, dan aku memang yakin dengan hadiah itu... tapi tidak menyangka akan mendapat ciuman sebagai ucapan terima kasih.


Sejak tadi, setiap kali aku melihat wajah Sakurazaki, entah kenapa pipiku jadi panas.


Apa ini yang aku rasakan...


Sambil menyentuh pipi yang telah dicium, aku menoleh lagi ke arah Sakurazaki.


“Ada apa, Himahara-kun?”


“Ti, tidak ada...”


Memang ada yang aneh.


Saat aku tenggelam dalam pikiran sendiri, ternyata kami sudah sampai di stasiun.


“Kita baru bisa bertemu lagi setelah sekolah dimulai ya...” 

 Sakurazaki terlihat sedih.


“Tapi, seperti biasa, kita bisa teleponan di malam hari,” 


“I, iya. Tapi jangan dipaksakan kalau kamu lelah ya.”


“Tidak. Justru saat aku lelah, aku ingin mendengar suara Himahara-kun.”


Aku rasa suaraku tidak ada efek menenangkan sih...


Tiba-tiba, pandanganku tertuju pada jam di stasiun.


“Sudah malam, aku akan antar kamu sampai rumah.”


“Eh? Tapi rumah Himahara-kun kan arahnya berlawanan, boleh?”


Sakurazaki bertanya dengan khawatir, tapi aku hanya mengangguk kecil.


“Kereta pasti penuh dengan orang-orang yang pulang dari pesta kembang api, dan kalau kamu pulang sendirian dan terjadi sesuatu, itu akan repot kan?”


“Terima kasih, Himahara-kun... kalau begitu, aku terima tawaranmu.”


Kami berdua menuju peron dan naik kereta yang sama.


Seperti yang diperkirakan, kereta hampir penuh, dan aku berdiri di antara penumpang lain sambil menjaga Sakurazaki.


Sesekali, sambil menikmati pemandangan dari jendela kereta, aku menunduk melihat Sakurazaki yang tampak kecil di depanku.



Dia menoleh ke arahku dengan pandangan seolah ingin mengatakan sesuatu, dan sesekali tersenyum sambil menyentuh jepit rambut yang aku berikan. Aku jadi malu kalau dia terlalu menunjukkan kebahagiaannya seperti itu...


Beberapa stasiun berlalu dan jumlah penumpang pun berkurang drastis.


Ketika sekitar sudah tidak ada orangnya, Sakurazaki akhirnya mulai bicara.


"Himahara-kun, aku akan turun di stasiun selanjutnya ya."


"Ah, oke."


Aku baru sadar, aku tidak pernah bertanya di mana rumah Sakurazaki itu.


Yang Sakurazaki tunjukkan adalah sebuah rumah di sudut area perumahan mewah—.


"Ini rumahku."


Sebuah rumah gaya Jepang yang luas dan terkesan sangat berkelas berdiri di sana, seolah layak disebut sebagai "Vila Sakurazaki".


Aku terkejut karena selama ini aku membayangkan dia tinggal di sebuah rumah bergaya Barat.


"Terima kasih sudah mengantarku, Himahara-kun."


"O, oh. Aku pulang dulu ya."


Senyum Sakurazaki saat mengantarkanku pulang terlihat lembut dan sedikit kesepian.


Aku menatap wajah Sakurazaki sebentar sebelum berbalik dan mulai berjalan kembali ke stasiun.


Kami tidak akan bertemu lagi sampai liburan musim panas berakhir.


Artinya, kami tidak akan bertemu untuk sementara waktu...


"—Tolong tunggu, Himahara-san."


Tiba-tiba, suara seorang wanita dewasa yang tidak kukenal memanggilku dari belakang.


Saat aku menoleh, seorang wanita anggun dengan kimono biru-putih yang indah berdiri di samping Sakurazaki.


"Err..."


Aku kembali berjalan ke arah Sakurazaki dengan rasa bingung.


"Maaf telah memanggilmu."


"Tidak, tidak apa-apa."


Aku menjawab tanpa benar-benar mengerti situasi.


Wanita itu tampak sangat anggun dan cantik dari dekat... mungkin kakak perempuan Sakurazaki?


"Himahara-san, anakku selalu merepotkanmu. Aku ibu dari Nako, Sakurazaki Mitsuko. Salam kenal."


Ibunya?!


Dari cara dia berdiri dan kulitnya yang bercahaya, dia sama sekali tidak terlihat seperti ibu...


"Himahara-san?"


"Err, saya juga selalu dirawat oleh Nako-san—eh, maksud saya..."


"Apa yang 'eh' itu, Himahara-kun!"


"Karena..."


Aku tanpa sengaja bicara dengan Sakurazaki seperti biasa di depan ibunya, dan ibunya menatapku dengan pandangan tajam.


Oh iya, aku ingat, orang tua Sakurazaki itu cukup ketat.


Apakah dia marah karena aku membawa putrinya keluar sampai larut seperti ini?


Aku teringat hari pertama kami berbicara, ketika Sakurazaki mengikutiku dan menangis di depan lampu lalu lintas.


Apakah dia sudah merasa terdesak seperti itu saat itu?


“Tapi suatu hari, dia pulang dari sekolah dengan senyuman, memeluk boneka beruangnya dengan hati-hati sambil berkata, ‘Tolong anggap surat itu tidak pernah ada.’”

Itu... saat aku dan Sakurazaki pergi ke game center.


“Aku pikir pada hari itu, dia menemukan makna dari pergi ke sekolah dan arti dari berusaha keras menjadi idola.”


Sakurazaki, dia benar-benar senang ya...


Padahal aku hanya mengajaknya ke game center.


“Kehadiranmu benar-benar telah menyelamatkan Nako, aku merasakannya lebih setiap hari. Itulah mengapa aku ingin berterima kasih padamu suatu hari nanti.”


“I, tidak... sebaliknya! Saya minta maaf telah membawa putri Anda ke berbagai tempat!”


“Saya malah akan kesulitan jika kamu meminta maaf. Sebagai orang tua seperti saya, bahkan itu pun tidak bisa saya lakukan, jadi saya memang orang tua yang buruk.”


“Tidak, Anda bukan orang tua yang buruk. Meskipun tidak pantas bagi saya untuk berkata demikian, Nako-san yang sekarang ada karena bantuan ibu dan ayahnya. Jangan bilang Anda buruk.”


Aku berbicara dengan penuh semangat, meskipun aku sendiri tidak yakin apa yang sedang aku katakan.


“Hehe. Himahara-san selalu baik hati, seperti yang Nako selalu katakan.”


“Itu tidak benar.”


“Saya sudah memberitahu suami saya tentangmu. Dan... dia ingin bertemu denganmu sebentar lagi.”


“Eh...?”


Ayah Sakurazaki ingin bertemu denganku?


Aku punya firasat buruk tentang ini...


“Bisakah saya pulang dengan selamat?”


“Tenang saja. Ini bukan pertemuan untuk hal buruk. Tolong beritahu Nako kapan kamu memiliki waktu. Maaf telah menahanmu, Himahara-san.”



Setelah percakapan dengan ibu Sakurazaki selesai, aku pulang dengan sedikit kekhawatiran.


Dihantui oleh pikiran tentang pertemuan dengan ayah Sakurazaki, aku naik kereta yang bergerak ke arah berlawanan.


Aku teringat saat berbicara dengan Sakurazaki di telepon, aku pernah mendengar suaranya.


Dia terdengar seperti orang yang baik hati... tapi bagaimana sebenarnya?


Sambil memikirkan itu, aku turun dari kereta dan kembali ke rumah.


Setelah semua kejadian itu, rasa lelah pun langsung menyergapku.

Berbagai “Hari yang melelahkan...” Begitu kembali ke kamarku, aku menghela nafas panjang.


Ini adalah festival kembang api pertama setelah lima tahun, tapi hari ini tidak hanya tentang kembang api.


Tepat setelah aku memberikan hadiahnya, Sakurazaki memintaku untuk menutup mata, dan di saat itu, bibir lembutnya menyentuh pipiku.


Sensasi itu masih terasa, tidak membiarkanku melupakan walau hanya satu menit pun.


“Tenang, itu pasti hanya dorongan sesaat, mungkin Sakurazaki terlalu terharu saja.”


Kalau dia begitu senang sampai melakukan hal seperti itu, aku merasa beruntung sudah menyiapkan hadiah itu.


Oh iya, harus lapor ke Nanamizawa.


Aku membuka aplikasi Lime dan mengirim pesan ke Nanamizawa.


“Himahara: Baru saja pulang dari festival kembang api.”


“Nanamizawa: Otsukare~. Nako-chan pake yukata?”


“Himahara: Iya, dia pakai yukata.”


“Nanamizawa: Kamu terkesan?”


Apa sih yang dia tanya ini.


Walaupun aku berpikir begitu, tidak mungkin aku menjawabnya.


Aku mengirimkan stiker sembarangan untuk menghindari memberi komentar dan mengalihkan pembicaraan ke topik hadiah.


“Himahara: Makasih ya sudah bantuin pilih hadiah kemarin.”


“Nanamizawa: Kamu sudah kasih?”


“Himahara: Udah. Sakurazaki juga kelihatannya senang.”


Setelah aku mengirim pesan itu, meskipun telah dibaca, ada kekosongan misterius selama beberapa menit.


Ketika aku pikir percakapan telah selesai dan akan mematikan ponselku, tiba-tiba Nanamizawa mengirim pesan.


“Nanamizawa: Jadi, apa lagi?”


Apa lagi? Maksudnya apa?


Ketika aku balas “Tidak ada yang spesial, kok?” Nanamizawa mengirim stiker karakter yang menghela nafas.


Aku mulai kesal dan hendak membalas “Maksudmu apa sih,” tiba-tiba aku mendapat panggilan Lime dari Sakurazaki, jadi aku langsung menjawab telepon.


“Halo?”


“Himahara-kun, sudah lama ya.”


Sakurazaki terdengar ceria dengan suaranya yang tinggi.


“Ayahku sudah aku minta, dan di jalan pulang kerja dia beli perlengkapan untuk memelihara ikan mas! Kou dan Nako sedang berenang dengan lincah di akuarium loh. Lihat, bisa kan?”


Sakurazaki tiba-tiba beralih ke video call dan menunjukkan dua ekor ikan mas yang berenang di akuarium besar.


“Mereka selalu bersama, berenang bersama-sama. Seperti kita kan?”


“Benarkah?”


“Iya dong! Kamu seharusnya mengangguk dan setuju saja di bagian ini!”


Karena ditegur oleh Sakurazaki, aku hanya menjawab “Ah, iya, benar juga,” 


“Festival kembang api itu menyenangkan kan? Kita juga bisa makan banyak makanan enak.”


“Kamu ini, makanannya yang utama ya? Sepertinya kamu lebih sibuk makan sate sapi daripada menonton kembang api.”


“Eh, kalau begitu Kanbara-kun yang tahu itu, bukannya malah lebih sibuk melihat aku daripada kembang api?”


“Hah? Salah! Aku Cuma lihat karena sate sapinya kelihatannya enak.”


“Ahaha! Kena deh!”


“Ugh... aku mau matiin teleponnya nih.”


Sambil mengertakkan gigi, aku berkata begitu, dan Sakurazaki tertawa sambil bilang “Maaf maaf” dan melanjutkan obrolannya.


“Ne ne, kita mau pergi ke mana berikutnya?”


“Selama liburan musim panas kan kita nggak bisa ketemu?”


“Kan kita bisa ketemu di hari pertama sekolah! Toh sekolah SMA Cuma sampe siang, jadi sorenya kita bisa pergi ke mana gitu.”


“Boleh juga... Kamu ada keinginan khusus?”


“Aku pengen jalan-jalan sambil makan-makan!”


“Lagi-lagi makanan.”


“Gapapa! Karena idola kan nyanyi dan nari, jadi butuh banyak kalori!”


Dan begitu, kami selalu membuat janji untuk bertemu berikutnya seperti biasa.


Mungkin dari sekarang juga aku dan dia akan pergi ke banyak tempat.


Sebelum bertemu Sakurazaki, waktu luangku selalu kuhabiskan sendirian.


Tapi, keseharianku yang selalu dihebohkan Sakurazaki seperti sekarang ini, juga tidak buruk.


“Kalau begitu, setelah upacara pembukaan sekolah selesai kita ketemuan di tempat biasa aja.”


“Un! Berikutnya ke Yanaka Ginza ya. Aku jadi penasaran, Himahara-kun akan mengajakku ngapain untuk menghabiskan waktu!”


Sakurazaki berbicara dengan penuh antisipasi.


Ternyata, idola JK aktif ini sepertinya tertarik dengan aku yang pengangguran dan tidak banyak bicara.


Mungkin setelah dia tahu tentang aku yang pengangguran dan cemberut ini, dia nggak akan menemukan hal yang berharga sama sekali... tapi tetap saja, sepertinya Sakurazaki tertarik padaku.


“Yuk, main lagi nanti ya, Himahara-kun!”


(Tln: Chapter terakhir di volume 1 ini sangat bagus,dan segi story serta alurnya,untuk Volume 2 juga akan ane lanjut,jadi tunggu dan enjoy)


Previous Chapter | Toc | Next Chapter


0

Post a Comment