NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

[LN] JGeneki JK Idol-san wa Himajin no Ore ni Kyomi ga Arurashii Volume 2 - Chapter 4 [IND]

 


Penerjemah : Ryhn


Proffreader : Izhuna


Chapter 4 : Tampaknya orang tua dari idola JK yang aktif tertarik dengan orang-orang yang memiliki waktu luang.


Saat aku menekan tombol interkom di rumah keluarga Sakurazaki, yang keluar bukanlah seorang ibu dengan tubuh yang lembut, melainkan seorang pria berbadan atletis berjas, yang tampak seperti seorang atlet.


Pria dengan kacamata bingkai hitam itu lebih tinggi sekitar 10 cm dariku, dan di kerah jasnya terdapat pin SDGs, menunjukkan aura seorang bisnisman yang kompeten dari penampilannya saja. 

Z

(Tln: Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan adalah agenda pembangunan dunia yang bertujuan untuk kesejahteraan manusia secara global. Agenda ini merupakan program pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati oleh 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2015.)


"Masuklah." 


"Eh? Tapi..." 


"Tidak apa-apa. Jika orang-orang berpikir keluarga Sakurazaki tidak bisa menawarkan secangkir teh kepada tamu yang telah mengantar putri kami, itu akan menjadi aib bagi kami." 


Tidak hanya dari penampilannya, orang ini tampaknya memiliki kebanggaan yang tinggi dari dalam dirinya juga. 


Ayah Sakurazaki... kan? 


Aku ingat suatu malam saat festival budaya, aku sedang video call dengan Sakurazaki dan ayahnya masuk ke dalam ruangan. Suaranya hampir cocok, jadi aku langsung tahu. 


Aku berjalan pelan melewati gerbang rumah Sakurazaki, berusaha tidak membangunkan Sakurazaki yang tertidur di punggungku. 


Saat aku memasuki rumah, pandanganku langsung tertuju pada rumah dua lantai bergaya Jepang yang luas, dan di depannya terdapat taman yang luas. 


Ini apa ya? Apakah ini cagar budaya atau semacamnya? 


"Cepatlah masuk." 


"Y-ya." 


Dipanggil oleh ayahnya, aku berjalan di atas batu jalan menuju pintu masuk. 


"Oh, Himahara-san." 

Tepat saat pintu geser terbuka, ibu Sakurazaki muncul dari dalam. 


Dia masih terlihat muda sekali untuk seorang ibu dengan putri SMA, kulitnya bersinar seperti saat kami bertemu setelah pesta kembang api, dia mengenakan kimono putih yang sama. 


"Tampaknya dia telah mengantar Nako yang tertidur sampai ke sini. Saya akan ganti pakaian dan menaruh Nako di tempat tidur, jadi, Mitsuki, tolong temani dia di ruang tamu ya." 


"Baik, Kazunari-san." 


Ayahnya, sambil menggendong Sakurazaki yang masih tertidur di punggungku, berjalan menuju tangga dekat pintu masuk. 


"Terima kasih banyak sudah mengantarkan Nako." 


"Ah, tidak... tidak masalah." 


"Nako sampai tertidur di luar... sepertinya dia sangat nyaman denganmu, Himahara-san." 


Aku pikir dia hanya kelelahan dari bermain... 


"Sampai Kazunari-san selesai ganti pakaian, silakan nikmati teh di ruang Jepang ya." 


"Y-ya." 


Ini kali pertama aku masuk ke rumah Sakurazaki, dan aku sangat gugup mengikuti ibunya melewati koridor panjang yang bersih ini. 


"Ke sini." 


Aku diantar ke ruang Jepang yang luas dengan tatami. 


Di tokonoma, terdapat gulungan kaligrafi yang tampak mahal dan bunga berukuran besar terpajang. 

Ayahnya juga akan datang ke sini nanti... apa yang

akan dia katakan ya? 


Dengan rasa gugup, aku masuk dan diarahkan untuk duduk di atas bantal duduk di depan meja rendah. 


"Himahara-san, Anda terlihat gugup ya?" 


"Ya..." 


"Tidak perlu khawatir. Suami saya mengakui Anda kok."


Tidak terlihat begitu dari luar sih.


"Saya akan menyeduh teh sebentar, jadi izinkan saya meninggalkan tempat sejenak. Silakan tunggu dengan santai."


Setelah berkata demikian, ibu perlahan menutup pintu geser dan meninggalkan ruangan tatami itu.


Ini kesempatan untuk memberi tahu Michiko-san kalau aku akan pulang terlambat.


Saat aku sedang mengirim pesan melalui Lime kepada Michiko-san, pintu geser dibuka dan ibu kembali.

"Maafkan saya hanya bisa menyediakan teh yang sangat sederhana..."


"Te, terima kasih..."


"Beberapa hari yang lalu, suami saya harus pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis, dan walaupun kami ingin bertemu dari sini, saya minta maaf karena tidak bisa."


"Tidak, tidak apa-apa... Sama sekali tidak masalah."


Sebenarnya, aku sangat berharap pembicaraan ini bisa diabaikan.


"Kebetulan suami saya baru saja kembali hari ini, jadi saya pikir saya ingin menanyakan waktu yang tepat untuk bertemu dengan Anda, Himahara-san. Tapi saya sama sekali tidak menyangka kamu akan datang seperti ini."


"Oh, begitu ya."


Aku mencoba menyesap teh — eh? Apa, apa ini.

"Ini teh, kan?"


"Tentu saja."


Tentu saja?


Aku memeriksa apakah lidahku tidak mati rasa.

Rasa ini, sepertinya pernah kurasakan sebelumnya...

Mengingat kembali kenangan yang terukir di lidahku.


Itu pasti... "Ini dia. Ini bekal buatan sendiri lho?"


—Ah?! Benar juga, kebun binatang.


Rasanya sama dengan lauk pada bekal yang diterima dari Sakurazaki di kebun binatang.


Jadi, ini berarti teh ini mengandung campuran spesial keluarga Sakurazaki?


"Ibu... maaf saya bertanya," kataku.


"Apa itu?"


"Apakah teh ini mengandung bahan khusus atau semacamnya?"


"Bagus sekali Himahara-san,kamu benar-benar peka. Tepat sekali, teh ini mengandung campuran spesial yang saya buat sendiri."


Ternyata memang ada... 


Tehnya tidak hanya pahit, tapi juga terasa sangat kasar, dan kalau diperhatikan baik-baik, ada semacam gumpalan aneh mengambang...


"Himahara-san?"


"Uh... ada satu hal yang sedang saya pikirkan."


"Ya?"


"Apa sebenarnya isi dari campuran spesial itu—"


Saat aku hendak menyingkap inti dari campuran spesial itu, pintu geser yang menghubungkan koridor dan ruangan tatami dibuka.


"Maaf telah membuatmu menunggu."


Ayah Sakurazaki yang baru saja berganti pakaian dari setelan jas ke jinbei warna biru tua duduk di bantal duduk di sisi berlawanan denganku. Akhirnya, saatnya telah tiba... Pertama-tama, perkenalan diri, ya kan?


"Aku... teman sekelas Nako, namaku Himahara Kou. Aku selalu berhubungan baik dengan Nako."


"Tidak usah formal... Namaku Sakurazaki Kazunari. Selalu merepotkanmu karena Nanako."


"Tidak, sama sekali tidak!"


Ketika Ayah menyebutkan namanya, Sakurazaki mengeluarkan sesuatu yang tampak seperti kartu nama dari lengan kimono-nya dan menyerahkannya kepadaku. Di kartu nama itu, tertulis nama Ayahnya dan posisinya sebagai eksekutif di salah satu perusahaan IT terkemuka di dalam negeri. Wow... dunia yang dia hidupi benar-benar berbeda.


"Kamu, aku ingin berbicara berdua dengannya sebentar."


"Baik, mengerti."


Ketika Sakurazaki-san meninggalkan tempat, atmosfer ruangan menjadi lebih berat. "Maaf karena tiba-tiba ada perjalanan bisnis ke luar negeri."


"Tidak, tidak masalah."


.........


.........


Percakapan, berhenti?!


Eh, bukankah Ayahnya yang ingin berbicara denganku?


Ayahnya yang tetap dengan wajah serius tanpa mengubah ekspresi sedikit pun terus memandangku. Sepertinya, dari atmosfernya, Ayahnya memang tidak terlalu menyukai aku...


Tidak ada pilihan lain, aku harus langsung bertanya.


"Ayah, aku..."


"Tidak ada alasan untuk kamu memanggilku Ayah."


Kata-kata standar itu langsung membunuh percakapan, dan atmosfer menjadi lebih berat. Rasanya seperti tubuhku akan hancur karena beratnya.


"Jadi... bolehkah aku memanggilmu Kazunari-san?"


"Ya. Tidak masalah."


Meski di dalam hati aku berpikir aneh untuk memanggil ayah temanku dengan nama depannya, aku kembali ke pembicaraan yang terputus. "Kazunari-san... Anda tentu tidak suka jika Nako bersama dengan seseorang seperti aku yang asalnya tidak jelas, bukan?"


"........"


"Nako adalah seorang idol... Jika Kazunari-san berkata untuk kebaikannya, aku akan..."


Benarkah kamu akan mundur?


Dapatkah kamu bersumpah di depan Kazunari-san bahwa kamu tidak akan lagi menghabiskan waktu dengan Sakurazaki hanya untuk bersenang-senang...?


"Aku... aku akan..."


"Sama sekali tidak ada dalam pikiranku untuk memintamu mundur."


"Eh?"


"Aku malah ingin mengucapkan terima kasih dari lubuk hatiku. Terima kasih banyak."


Aku tidak bisa menyembunyikan keherananku atas ucapan terima kasih yang tiba-tiba itu. "Jika kamu tidak membuat waktu yang menyenangkan untuk Nako, dia mungkin sudah pindah sekolah dan berhenti menjadi idol. Jadi, aku hanya memiliki rasa terima kasih untukmu."


"Pindah sekolah... Oh iya, ibunya juga pernah bilang hal yang sama. Katanya dia pernah memberikan surat."


"Kamu juga sudah mendengar tentang surat itu?"


"Iya..."


Di hari festival kembang api, aku dengar dari ibu kalau sebelum bertemu denganku, Sakurazaki sudah menyampaikan lewat surat ke ibu bahwa dia ingin pindah ke SMA jarak jauh dan pensiun dari menjadi idol. 


Tentu saja, Kazunari-san juga tahu tentang hal ini. 


"Dari dulu, Nako itu kalau sudah soal kerja dia percaya diri banget, tapi kalau sudah urusan pribadi, dia itu agak pemalu,"


 kata Kazunari sambil merenung dan mengenang masa kecil Sakurazaki. 


"Gimana sih dia di depan kamu?" 


Dua kata 'manja' dan 'makannya banyak' langsung terlintas di pikiranku, tapi karena ini di depan ayahnya, aku harus menjaga image Sakurazaki. 


"Dia itu selalu penuh energi, dan saat kita lagi santai, dia selalu jelas bilang mau makan apa atau mau pergi ke mana, jadi aku benar-benar terbantu." 


"Oh... aku pikir dia selalu merepotkanmu seperti tadi. Ternyata Nako bisa jadi orang yang bertanggung jawab di depan pria, ya," 


kata ayahya dengan mata penuh kasih sayang. Aku nggak bohong, kan? 


"Himahara-kun juga pasti memikirkan Nako dengan baik, kan?" 


"Yah, aku sih lebih ke, aku tidak ingin membuat skandal untuk dia." 


"Begitu ya," 


kata ayahnya sambil berdiri dan membuka pintu fusuma (pintu geser Jepang). 


"Himahara-kun, gimana kalau kita mandi bersama?" 


"Eh... mandi, bersama?" 


"Iya. Kebetulan ada waktu, mari kita saling membasuh punggung." 


Entah kenapa, tapi sepertinya aku disukai...

(Pfn:Njir di restui)



∆∆∆



"Sedikit lagi ke sini." 


"Tapi... kalau lebih dari ini..." 


"Bolehkah aku menggunakan sedikit lebih banyak kekuatan?" 


"Terlalu kuat... ah!" 

(Pfn: Wtf!!🗿)


Saya merasa hampir terbakar karena Kazunari-san menggosok punggungku dengan kekuatan yang luar biasa, membuat suara aneh keluar dari mulutku. 


Kenapa ini bisa terjadi... Kami berada di kamar mandi yang luas dan seluruhnya terbuat dari kayu hinoki yang harum. 


Kazunari-san telanjang bulat, sementara aku, yang merasa malu, mengikat handuk di pinggang untuk menutupi bagian pribadiku, dan kami berdua duduk di kursi mandi sambil saling membasuh punggung. 


"Eh! Sudah cukup." 


"Oh, begitu?"


 "Sekarang, giliranku yang membasuhmu."


Karena Kazunari-san ngotot minta dibilasin duluan, jadi aku bilasin punggungnya dulu. Tapi, aku pikir kalau terus digosok dengan kekuatan itu, punggungku bakal jadi kayak gambar horror, jadi aku berusaha keras minta gantian. Aku pegang spons dan olesin body soap sebelum meraih punggung Kazunari-san. Punggungnya luas banget, ya... dan keras serta bergerigi, kayak lagi megang batu. Punggungnya keren sih, tapi apa dia latihan ya?


"Ngomong-ngomong, Himahara-kun ikut klub apa pas SMA?" 


"Klub... klub apa?" 


Jawaban sulit yang langsung ditanyain ke orang yang gabung klub pulang langsung. 


Bukan karena malu jadi orang yang langsung pulang, 

tapi kalau jawabannya klub pulang langsung, pembicaraan pasti langsung berakhir. 


Ya iyalah, nggak ada cerita seru dari klub pulang langsung. 


"Himahara-kun?" 


"Klub... klub pulang langsung." 


"Klub pulang langsung ya... Sama seperti aku waktu SMA." 


"Eh? Kazunari-san juga dari klub pulang langsung?" 


"Iya, nggak masuk klub apa-apa, cuma belajar terus, kayaknya hidupku cuma itu doang. SMA-ku membosankan banget. Kaget nggak?" 


"Dengan postur kayak atlet gitu, kirain pasti ikut olahraga atau apa." 


"Nggak, nggak. Sampai masuk universitas, orang tua nggak pernah izinin aku ngelakuin apa-apa selain belajar, dan aku juga mikirnya cuma belajar yang penting. Tapi, pas udah masuk universitas bergengsi, aku yang nggak tahu main sama sekali nggak punya teman dan jadi orang yang membosankan, terus-terusan di lab." 


Kazunari-san memegang kepala shower dan membilas busanya. 


Seolah-olah dia mencuci masa lalunya juga, dengan kuat... 


"Maaf ya, jadi cerita yang nggak penting." 


Dari luar rumah aja udah keliatan kelasnya tinggi, tapi dari cerita Kazunari-san, keluarga Sakurazaki mungkin lebih bersejarah dari yang aku bayangkan. 


"Daripada itu, Himahara-kun, makan malam di sini aja." 


"Itu, itu...! Maaf, tapi aku harus menolak." 


Dari kasus campuran spesial, aku bisa bayangin makanan keluarga Sakurazaki kayak gimana. 

Kalau makan full course mereka, kayaknya aku nggak bakal hidup pulang. 


"Udah nggak usah sungkan. Karena kamu udah bantuin bawa Nako, kalau nggak aku traktir, namaku sebagai Sakurazaki tercoreng." 


"Sungguh,tidak usah!" 


Aku keras kepala menolak, dan Kazunari-san seperti ngeh sesuatu, alisnya berkerut. 


"....Reaksi itu. Jangan-jangan, kamu pernah makan masakan Nako?" 


Ketauan juga. 


"Pernah?" 


"Hanya sekali. Dulu Nako-san pernah kasih aku bento..." 


"............" 


"Kazunari-san?" 


Ketika aku berhenti mencuci punggungnya, Kazunari-san membilas tubuhnya dengan shower. 


"Aku ingin dengar pendapat jujurmu... nggak enak, 

kan?" 


"Itu, ya... nggak enak sih." 


"Ya sudahku duga."


Saat Kazunari-san merendam tubuhnya dalam bak mandi cypress, dia mengisyaratkan agar aku juga masuk. Kami berdua merentangkan kaki di bak mandi cypress yang luasnya mirip dengan onsen pribadi di ryokan, berendam sambil berdampingan.


"Ngomong-ngomong doang ya... Mitsuki dan Nako itu menambahkan 'campuran spesial' ke dalam masakan mereka," katanya.


"Kayaknya sih," jawabku.


"Pasti itu yang bikin rasa masakannya jadi aneh. Aku yang makan masakan istriku setiap hari bisa bilang itu."


"Setiap hari?!" 


Makan itu setiap hari tanpa komplain, Kazunari-san ini lebih ke monster ya.


"Eh, tapi apa sih sebenarnya 'campuran spesial' itu? Kazunari-san sendiri nggak tahu?"


"Nggak tahu. Dapur itu wilayahnya istri, katanya, jadi aku nggak boleh masuk. Dan setiap aku tanya soal campuran spesial, jawabannya cuma 'nggak bisa ngasih tahu'."


Bahkan Kazunari-san aja nggak tahu, mereka berdua ini pengen rahasiain campuran spesial itu seberapa sih.


"Dengar-dengar dari Nako, katanya bekal yang kamu buat itu enak banget. Kamu jago masak ya?"


"Biasa aja sih,aku selalu masak di rumah..."


"Kalau gitu, bisa nggak malam ini kamu bantu mitsuki masak?"


"Eh, bisa sih..."


"Jangan langsung keliatan nggak suka gitu. Ini juga masalah penting buat masa depanmu loh."


"Masa depan, maksudnya?"


"Kalau kamu mau nikahi Nako, masalah campuran spesial ini nggak bisa diabaikan dong."


Me...nikahi?


Aku dengan Nako?


"Eh, tidam, tidak, bukan begitu hubungan kami!"


"Tidak usah malu-malu."


"Bukan malu!"


Ternyata Kazunari-san salah paham besar.

(Pfn: Gas lah apalagi)



∆∆∆



"Aku duluan ya."


"Oke. Aku juga sebentar lagi keluar kok."


Kazunari-san masih merentangkan kaki di bak mandi cypress sambil menatap langit-langit.


Aku sudah keluar dari kamar mandi, tapi mendengar suara dari balik pintu yang menghubungkan kamar mandi dan ruang ganti.


...Eh?


"Hah... Hah..."


Yang bersembunyi di balik pintu, dengan napas yang terengah-engah hampir seperti hyperventilating, adalah ibu Nako... eh, kenapa dia ada di sini?

(Pfn:🗿)


Ibu yang seperti hantu dalam game horror ini, begitu ketahuan olehku, langsung menutup mulutnya dengan tangan.


Aku langsung memeriksa apakah handuk di bagian bawah tubuhku belum terlepas, lalu menoleh ke arah ibu.


"Ibu, Anda sedang apa di sini!"


Ibu menempelkan jari telunjuknya ke bibir, meminta aku untuk diam dengan matanya.


Ada apa ini...?


Aku memutuskan untuk pindah ke bagian dalam ruang ganti dan menanyakan apa yang terjadi.


"Apa yang sedang Anda lakukan?"


Ibu yang tampaknya sudah menyerah, menghela nafas panjang sambil memberikan handuk yang dia pegang kepadaku, kemudian membelakangiku.


"Barusan saya sedang menyiapkan handuk untuk kalian berdua tapi... itu,"


"Itu apa?"


"Saya jadi penasaran apa yang akan dilakukan oleh kalian berdua di dalam kamar mandi,"


"Apa maksudnya 'jadi penasaran' sih, aku sama sekali nggak ngerti."


"Jadi, ketika saya membayangkan kalian berdua mandi bersama, entah kenapa, maafkan saya karena ini terdengar tidak sopan... saya jadi 'terangsang'."


"Itu nggak normal kan!"


"Kamu bilang tubuhku tidak cukup memuaskan atau apa... Apa kamu waras, Himahara-kun?"


Ini jelas-jelas ibu yang nggak waras.


Dari urusan blend khusus dan lain-lain, aku memang sudah merasa ada yang tidak biasa... tapi nggak nyangka sampai sejauh ini.


"Jangan-jangan ibu suka BL ya?"


"Iya."


Dia menjawab langsung. Bahkan dengan wajah serius.

"Kazunari-kun, kamu kan kelihatan banget mukanya itu yang tipe-tipe uke, kamu nggak pengen dipegang kuat-kuat sama tubuh gagah Himahara-kun?"


"Eh, nggak sih..."


"Itu penghinaan untuk Kazunari-kun. Kamu tidak akan saya izinkan lagi menginjakkan kaki di rumah keluarga Sakurazaki."


"Memiliki fantasi aneh tentang teman anak dan suamimu itu sudah jelas salah siapa-siapa juga bisa lihat itu salah ibu."


"Kamu tidak punya hak untuk memanggil saya 'ibu'!"


"Sekarang juga?!"


"Dari sekarang panggil saya 'Mitsuki'!"


Tiba-tiba dia bicara dengan nada yang lebih keras.


"Himahara-kun, seberapa besar cintamu pada Nako?"


"Kami cuma teman, jadi soal cinta itu―"


"Siapa yang lebih penting untukmu, Kazunari-kun atau Nako?!"


"Itu perbandingannya salah kan!"


Aduh, kepalaku jadi pusing.


Makan banyak, otot, fujoshi... nggak ada orang normal di keluarga Sakurazaki ya...!


"Aduh, ini bukan saatnya untuk melakukan ini. Aku harus menyiapkan makan malam."


Makan malam...!


Hampir lupa karena ibu terlalu ekstrim, tapi aku memang sudah janji untuk membantu membuat makan malam sambil menyingkap rahasia blend khusus dengan Himahara-kun.


"Boleh nggak, setelah aku ganti baju, aku juga bantu membuat makan malam?"


"Meskipun saya bersyukur, tapi kamu adalah tamu, jadi seharusnya tidak..."


"Aku jago masak kok. Kazunari-san juga bilang pengen makan masakanku."


"Kazunari-kun ingin mencoba masakanmu... hehe, tidak buruk."


Mitsuki-san tersenyum senang lalu berkata, "Kalau begitu, saya tunggu di dapur," sebelum akhirnya meninggalkan ruang ganti.


"Haa... harusnya aku pergi membuat makan malam sesuai janji dengan Kazunari-san."


Aku mengganti pakaianku, lalu langsung menuju dapur.



∆∆∆



Saat berjalan di koridor panjang menuju dapur, angin malam musim panas yang masuk dari jendela mendinginkan tubuhku yang masih panas karena baru saja mandi.


Ini pertama kalinya dalam waktu yang lama aku mandi di kamar mandi yang luas tanpa ragu-ragu, tapi saat aku pikirkan lagi, kamar mandi itu juga digunakan oleh Sakurazaki ya...


"Semoga Sakurazaki nggak merasa tidak enak karena aku yang mandi duluan."


Sambil khawatir begitu, aku sampai di dapur, dan menemukan Mitsuki-san sedang memakai celemek dan bandana sambil bermain ponsel terasa aneh sekali.


"Apa yang kamu lakukan?"


"Saya lagi menikmati BL nih."


(Tln: bl : singkatan dari boy love (yaoi/gay)

Gl : singkatan dari girl love (Yuri/lesbi))


"Gak nyembunyiin sama sekali, ya... Ngomong-ngomong, Sakurazaki dan Kazunari-san tahu tentang... hobimu?"


"Kamu satu-satunya yang tahu."


Hal terakhir yang ingin aku ketahui, dan ternyata aku satu-satunya yang jadi tahu.


Siapa sangka Mitsuki-san yang tenang dan berwibawa itu ternyata seorang mom yang ekstrem, aku berharap aku tidak pernah tahu.


"Nah, Himahara-kun, tolong aku ya. Aku sudah siapkan celemeknya di sana."


"Uh, oke deh."


Aku mulai mempersiapkan makan malam bersama Mitsuki-san sambil memakai celemek yang terletak di sebelah wastafel.


"Kita akan membuat pork ginger, salad kentang, goya champuru, mapo terong, salad rumput laut, rebusan daging dingin, dan miso soup. Nasi sudah aku masak dari tadi, jadi tenang saja."


"Itu terlalu banyak banget kali..."


"Di rumah ini, itu hal biasa."


Kayaknya bahkan atlet sekolah menengah juga gak makan sebanyak itu deh.


"Aku gak mau Nako bilang kalau makanannya kurang. Ada kebanggaan tersendiri sebagai ibu rumah tangga."


Orang tua Sakurazaki itu, keras atau manja, aku sih bingung.


"Sampe Nako SMA, aku melarang dia makan di luar. Karena Nako punya tubuh yang gak gemuk meskipun makan banyak, aku pikir makanan yang banyak pengawetnya itu buruk buat tubuhnya."


"Itu keputusan yang bijak menurutku. Sekarang juga dia makan sembarangan di mana-mana."


"Makanya, aku berharap Himahara-kun bisa bantu menjaga Nako agar gak makan terlalu banyak di luar."


"Ya, aku mengerti."


Tapi kalau dia merengek-rengek, mungkin aku gak bisa menolak...


"Kesehatan itu modal utama, dan lebih dari itu, dia 

adalah 'mimpi' aku."


"Mimpi, ya?"


"Menjadi top idol... Itu mimpi dia. Sebagai mantan idol, aku sudah mengajarkan segalanya yang aku punya pada dia."


"Heh... tunggu, mantan idol? Mitsuki-san?"


"Iya."


"Eh?!"


Potongan mentimun yang aku iris terbang ke arah yang salah.


"Mitsuki-san itu mantan idol?"


"Kamu gak dengar dari Nako?"


"Ha, pertama kali aku dengar."


Gak nyangka ibu dan anak sama-sama jadi idol.


"Dulu aku aktif dengan nama Yuzuhara Mitsuki... Tapi kamu mungkin gak tahu tentang idol zaman Showa, kan?"


Yuzuhara Mitsuki...?


Kayaknya aku pernah dengar nama itu.


Tapi, di mana ya...?


Aku gak bisa ingat.


"..."


"Himahara-kun?"


"Ah, maaf! Aku kan belum lahir waktu Showa, jadi gak tahu."


"Gak heran. Lagipula, aku adalah idol yang tersembunyi di balik bayang-bayang 【TOP 2 Showa】."


"TOP 2 Showa?"


"Iya. Naoko Kinami dengan ciri khas bando merahnya dan idol kacamata, Eri Fujino. Ketika aku jadi idol, kedua tokoh ini sudah sangat populer... dan aku, yang datang belakangan, kalah total."


Sambil melarutkan miso dengan sendok, Mitsuki-san berkata dengan wajah tertunduk. Suaranya terdengar seperti sedang mengejek diri sendiri, tapi ada semacam rasa penyesalan yang terbungkus di dalamnya.


"Aku memang tidak memiliki bakat yang menonjol dan bisa menarik perhatian orang lain, tapi berbeda dengan Nako. Tidak hanya penampilannya yang imut, karakternya, kemampuan bernyanyi, dan menari, tanpa ragu dia memiliki semuanya. Itulah mengapa, sebelum dia memutuskan untuk berhenti menjadi idol, keberadaanmu yang menghentikannya benar-benar memberikan keselamatan. Gadis itu pasti bisa menjadi top idol."


"Kalau begitu... mungkin lebih baik orang biasa seperti aku tidak berada di dekatnya, ya?"


"Tidak. Sebaliknya, untuk menjadi top idol, dukungan mental dari seseorang sepertimu sangatlah penting. Jadi, tolong jangan pernah lepaskan tangannya."


"Tangan Sakurazaki?"


"Nako itu anak yang sensitif. Jika kamu pergi, dia mungkin malah akan membenci semuanya."


Mengingat pertama kali bertemu dengan Sakurazaki, sepertinya itu mungkin benar. Saat menjadi idol, Sakurazaki penuh kepercayaan diri dan memiliki aura seorang center yang absolut, tapi Sakura-saki sehari-hari berbeda. Pertama kali bertemu, dia bahkan ragu pergi ke arcade sendirian, tidak memiliki banyak teman, dan ternyata cukup naif.


"Kamu adalah seseorang yang tidak tergantikan bagi Nako. Nako juga begitu bagi kamu, bukan?"


"Sakurazaki adalah seseorang yang tidak tergantikan... iya, mungkin. Aku juga merasa senang saat bersama Sakurazaki, ingin pergi ke lebih banyak tempat bersamanya, dan jika bisa, aku ingin menghabiskan waktu luangku hanya bersama Sakurazaki."


"Itu, seharusnya kamu katakan langsung pada Nako."


"Ah, itu... tentu saja tidak bisa."


"Kamu malu? Itu lucu dan segar, kalian berdua."


Mitsuki menunjukkan senyumnya sambil menyesuaikan rasa miso soup. Senyum Mitsuki... mirip dengan Sakura-saki. Ya, mereka memang ibu dan anak.


"Tapi aku juga ingin kamu dan Kazunari-san lebih mesra... ehehe."


Setelah berbagi cerita yang sangat menyentuh, Mitsuki kembali pada kebiasaannya yang mengecewakan. Naik turunnya reputasi orang ini sungguh...



∆∆∆


Di meja makan, berbagai macam hidangan yang kami buat dengan sepenuh hati tersaji. Tidak ada tanda-tanda menggunakan bumbu misterius yang disebut "Special Blend", dan kali ini aku yang benar-benar mengawasi, jadi semuanya aman.


"Wah, baunya enak... eh, kenapa Himahara-kun ada di sini?!"


Terpikat oleh aroma makan malam, Sakurazaki turun dari lantai dua dengan pakaian rumahnya. Setelah makan banyak di Kamakura... dia memang benar-benar suka makan, ya.


"Himahara-kun, jangan-jangan kamu menyiapkan makan malam menggantikan aku?"


"Ya, kurang lebih."


"Wah!"


Saat Sakurazaki terlihat bersemangat melompat-lompat, ayah yang baru saja selesai mandi juga muncul di ruang makan melalui tirai yang menghubungkan.


"A, Kazunari-san..."


"............"


"Ayah, ini Himahara-kun loh?"


"Sakurazaki, kita udah sampai tahap mandi bareng, jadi nggak usah malu-malu."


"H, Hah?! Mandi bareng?!"


"Iya dong, Nako. Himahara-san dan Kazunari-san itu sudah saling 'bertarung' dengan daging masing-masing"


"Kita cuma mandi bersama!"


Sebelum imajinasi liar Mitsusan terlontar, aku memberikan penjelasan yang benar.


"Mandi bareng dengan Himahara-kun... Ayah, iri deh."


"Kamu bilang apa?"


"Eng, enggak, nggak apa-apa. Yang penting makan, makan!"


Aku duduk di sebelah Sakurazaki, dan Mitsusan dengan Ichinari-san duduk di depan kami.


"(Himaharaq-kun. Kamu beneran baik-baik aja kan?)"


"(Iya.)"


Aku bertukar kontak mata dengan Kazunari-san yang duduk di depanku.


Bersamaan dengan teriakan "Selamat makan" dari Sakurazaki, aku juga mengambil sumpitku.


"S, selamat makan..."


Saat aku dan Kazunari-san hampir bersamaan memasukkan lauk ke dalam mulut kami—saat itu terjadi.


"?!?!"


Aku dan Kazunari-san, pada saat yang sama, menggigil.


Ke, kenapa, padahal tidak ada tanda-tanda mereka menggunakan "Special Blend"...!


Setiap lauk yang kucoba rasanya seperti kiamat.

Ini aneh, kan...?


"Hi, Himahara-kun... jangan-jangan kau... mengkhianati aku!"


"Bukan begitu!"


"Fu fu, kalian berdua tampak akrab ya. Masih banyak sisa loh?"


Mitsuki-sann tersenyum sambil berkata demikian.

Sulit dipercaya, tapi mungkin saat aku tidak memperhatikan saat memasak, Mitsuki-san telah menambahkan "Special Blend" tersebut.


Tapi tunggu. Sebelum aku menyajikan masakan, aku sudah mencicipi semuanya secara diam-diam. 


Jadi, tidak ada yang aneh saat itu... berarti setelah disajikan, ya?!


"Ibu, rasanya ada yang beda dari Special Blend hari ini, ya?"


Apa yang beda, Sakurazaki?! Pasti cuma rasanya yang jelek!


"Hari ini, saya mencoba menambahkan Special Blend Sauce yang baru saja kami uji coba setelah disajikan."


"Sauce?!"


Saya dan Ichinari-san kaget sampai-sampai kami terangkat dari kursi kami.


"Iya, ini dia."


Mitsu-san mengeluarkan botol dressing salad yang tampak seperti produk komersial dari mana saja, lalu menuangkannya ke salad rumput laut di depan kami.


Kelihatannya memang seperti dressing biasa yang transparan... tapi ini yang disebut Special Blend Sauce?


"Saya pikir karena Kazunari-san kehilangan otot selama perjalanan bisnis panjang, saya mengembangkan ini supaya bisa dengan mudah dikonsumsi hanya dengan menyiramkannya ke makanan."


"Wow, keren! Jadi kita bisa makan Special Blend kapan saja dan di mana saja ya!"


Sakurazaki bereaksi seperti asisten di acara TV belanja.


Ah, sumpah, siapa pun boleh deh, tolong segera masukkan Special Blend ini ke daftar obat terlarang.


Tapi, jika ada satu petunjuk yang saya dapatkan, itu dari pembicaraan Mitsuki-san tentang "otot" tadi.


Dari cara dia bicara, menggunakan Special Blend ini bisa meningkatkan otot... ya kan?


Pasti ada obat terlarang atau doping di dalamnya.


Saya berusaha keras menjaga kesadaran saya yang hampir hilang.


Kazunari-san, yang duduk di depan saya, memakan lauk-pauk di depannya bersama nasi dengan wajah sedikit tegang.


Sakurazaki dan Mitsuki-san sibuk membicarakan tentang Special Blend Sauce, jadi saya berbicara pelan kepada Ichinari-san.


"Makan ini setiap hari, sungguh luar biasa ya, Ichinari-san. Pernah ngomong jujur tentang perasaan Anda ke Mitsu-san?"


"Ah... hanya sekali, di awal pernikahan kami, saya pernah secara langsung bilang 'tidak enak'. Itu saja."


"Anda bilang?"


"Iya. Lalu Mitsuki bilang, kalau suami bilang masakannya tidak enak, itu sama saja dengan diusir dan dia ingin pulang ke rumah orangtuanya. Sejak itu, saya tidak pernah lagi mengkritik masakannya, bahkan meninggalkannya."


"Wow, luar biasa."


"Menjadi pasangan suami istri itu seperti itu. Mengerti satu sama lain, termasuk kelebihan dan kekurangan, itu yang penting. Ingat itu, wahai pemuda."


Kazunari-san makan tanpa mengeluh, sambil terus menghipnotis dirinya sendiri dengan berkata, "Enak, enak."


Ini, serius, terlalu berat.


"Himahara-kun, masih banyak nasi, jadi jangan sungkan ya."


"O, oke... terima kasih."


Sakurazaki yang duduk di sebelahku, menawariku tambahan sambil mengosongkan mangkuk nasi putih yang tadi penuh seperti gunung.


"Nako? Makanlah lebih pelan. Itu tidak sopan, lho."


"Aku makan pelan kok. Jangan marah di depan Himahara-kun."


"Kazunari-san, mau tambah lagi?"


"A-aku akan menerima..."


Ada ayah, ada ibu, dan ada percakapan ceria di meja makan, serta makanan enak (?) yang tersaji.


Pemandangan yang bagi keluarga biasa mungkin dianggap sepele, terhampar di depan mataku.


Tapi, bagi aku yang tidak memiliki kedua orang tua... ini adalah pemandangan yang langka.


Bukan berarti aku merasa kesepian hanya hidup berdua dengan bibi Michiko... mungkin selama ini aku memang merindukan kehangatan seperti ini.


"Eh, Himahara-kun, kenapa? Kamu sudah tak tahan 

lagi?"


"Bukan itu. Ini... tidak buruk juga."


"Masak sih! Kamu sudah terbiasa dengan special blend kami?!"


"Bukan itu maksudnya..."


Setelah itu, setiap kali aku menyantap makanan di depanku, aku menunjukkan ekspresi kesakitan, tapi aku berhasil menghabiskannya tanpa menyisakan apapun.


∆∆∆


"Himahara-kun, kamu makan terlalu lama sih."


"Kamu yang terlalu cepat. Aku hampir selesai, tunggu sebentar."


Aku, yang pertama kali menyelesaikan makan malam, menunggu Himahara-kun yang duduk di sebelahku untuk selesai makan.


Kenapa ya, Himahara-kun dan ayah makan begitu 

lambat... Apakah semua pria makan lambat begitu?

Sama seperti aku yang sudah selesai makan, ibu sibuk menonton TV sambil melipat pakaian.


Sambil menunggu mereka berdua makan, sesekali aku mengecek ponselku.


Ah, benar! Aku harus mengirim foto yang aku ambil hari ini ke Miyu-chan.


Aku mengirim foto makanan yang aku ambil di Kamakura kepada Miyu-chan, dan tidak lama kemudian dia membacanya dan mengirim balasan.


"Miyu-chan: Aku sudah kenyang hari ini jadi tidak perlu teror makanan."

Eh? Padahal Miyu-chan juga tampak menikmatinya.

Hmm... Kalau begitu, mungkin aku harus mengirim foto Himahara-kun.


Aku secara diam-diam mengambil foto Himahara-kun yang duduk di sebelahku, dan mengirimkannya kepada Miyu-chan dengan pesan singkat "Himahara-kun lagi makan nih."


Kali ini, dia membaca dan membalas lebih cepat dari sebelumnya.


"Miyu-chan: Eh, Himahara-san, apakah kamu menginap di rumah Nako-chan hari ini?"


Bukan menginap sih... Hmm, harusnya aku bilang apa ya.


Tapi, kalau aku bilang "menginap"... rasanya seperti ada sedikit perasaan superior.


Kenapa ya...?

Pada akhirnya, aku jujur saja dengan membalas 

"Hanya karena aku tertidur, jadi dia mengantarku pulang dan aku menjamu makan malam."


"Terima kasih untuk makanannya."


"Kamu akhirnya selesai juga ya? Ayo, aku bantu bawa piringnya."


"Oke, terima kasih, Sakurazaki..."


Biasanya, setelah makan nasi, orang jadi lebih berenergi, tapi Himahara-kun kelihatan lelah banget.


 Aku sama Himahara-kun bawa piring ke dapur, terus balik lagi ke ruang tamu.


"Eh, eh! Nanti kamu mampir ke kamar aku yuk!"


"Eh, boleh ya aku masuk?"


"Iya dong"


"Tapi, sebenernya udah waktunya aku pulang sih, gak enak juga kalo numpang lama-lama."


"Eh, Himahara-san, gak usah sungkan kok. Kan, Kazunari-san?"


"Iya,tolong temani nako."


"Nanti Kazunari-san juga aku ajakin main."


"Kenapa aku juga dibawa-bawa?"


Sementara mama dan papa ngobrol, aku tarik lengan Himahara-kun ke tangga.


"Himahara-kun, kesini kesini!"


Kamar aku ada di ujung paling atas di lantai dua. Ini pertama kalinya aku ngajak teman ke kamar, dan Kanbara-kun yang pertama masuk… jadi, aku jadi agak gugup.


Ruangan aku udah bersih kok, harusnya gak masalah.


Malah, mungkin Himahara-kun bakal memujinya…?


"beneran boreh aku masuk ke kamarmu?"


"Aduh, kenapa sih kamu sungkan banget?"


"Ya iyalah. Kamu gak keberatan aku yang kayak gini masuk ke kamar kamu?"


"Enggak. Sama sekali gak keberatan… tapi, ya, aku agak gugup sih."


"Eh…"


Himahara-kun terus-terusan kelihatan ragu di depan pintu kamar.


"Lihat, yang gugup malah Himahara-kun, kan!"


"Bukan gitu."


"Silakan, Himahara-kun."


Aku buka pintu, dan sambut Himahara-kun masuk ke kamar aku.


"Maaf mengganggu… wow."


Himahara-kun terkejut melihat betapa rapi dan bersihnya kamarku.


Mungkin dia kira kamar aku bakal berantakan, tapi sayang sekali. Aku selalu rapi karena sering pakai kamar ini buat streaming loh.


Aku suruh Himahara-kun duduk di kursi beroda pink yang biasa aku pakai, sedangkan aku duduk di atas tempat tidur sambil mengayun-ayunkan kaki.


"Gimana, kamar aku? Bersih dan imut kan?"


Pujilah, pujilah.


"Ya, aku pernah lihat pas video call, tapi tetap aja ya, penuh dengan warna pink. Tempat tidur, kursi, bahkan karpetnya pink."


"Ah, itu sih gak masalah! Imej warna aku kan pink dan kuning."


"Eh? Tapi pas konser kamu bilang warnanya kuning kan?"


"Itu karena aku lebih mementingkan rima waktu bicara. Warna kuning itu kan dari bunga canola. Lagian, Razhoy itu kan grup yang punya dua warna, aku pink dan kuning, leader Asakasa-san merah dan oranye, Midorikawa-san hijau dan ungu, Minazuki-san biru dan biru muda, dan Yukimichi-san putih dan hitam."


"Eh, putih dan hitam… itu cukup berani juga ya."


"Razhoy itu kumpulan individu yang unik, kami berani dan terus maju sampai sekarang."


Melihat ke belakang, Razhoi selalu memiliki gaya yang menyerang. 






"Razhoi itu, lho, dibentuk saat aku masih kelas 1 SMP, tapi setiap anggotanya berasal dari industri yang berbeda. Pemimpinnya, Asaka-san, kabarnya drop out dari SMA dan menjadi DJ di klub, Suikawa-san masih SMA tapi sudah jadi model gravure, dan Minazuki-san, meskipun baru berusia 14 tahun, sudah menjadi aktor panggung jenius dengan banyak penggemar wanita. Yomichi-san disebut sebagai gadis balet jenius yang menargetkan untuk memenangkan Concours International de Danse de Lausanne."


"Dan, Sakurazaki adalah mantan aktris cilik... Kalau dipikir-pikir, susunan anggotanya luar biasa, ya."


"Iya. Cara berpikir dan kepribadian mereka berbeda-beda, apalagi kemampuan masing-masing... Aku bisa bernyanyi dan menari sejak kecil karena dididik keras oleh ibuku. Berkat itu, aku bisa menjadi center dan sangat berterima kasih kepada ibuku."


Ibuku dulu jauh lebih ketat dari sekarang, tapi berkat ketegasan itu, aku menjadi seperti sekarang ini. Jadi, aku hanya bisa merasa berterima kasih kepada ibuku.

"Aku juga, suatu hari nanti, ingin menjadi ibu seperti ibuku."


"Eh, oh... Tapi, aku pikir lebih baik kalau kamu tidak terlalu terpengaruh oleh Mitsuki-san."


"Eh, kenapa?"


"Itu karena..."


"?"


Himahara-kun mengatakan, "Ah, tidak jadi," sambil mengelak.


Apa yang sebenarnya dia ingin katakan?


"Daripada itu, kamu sengaja memanggilku ke kamarmu, pasti ada sesuatu yang ingin kamu lakukan, kan?"


"Iya, itu dia-"



Aku memberikan Himahara -kun light stick kuning dan pink, handuk syal bertuliskan 【Sangat Mendukung Sakurazaki!】, dan happi warna pink yang terletak di rak kamar.


"Apa ini, set menyedihkan ini?"


"Jangan bilang menyedihkan! Ini adalah merchandise yang dipakai oleh semua penggemar Sakurazaki!"


"Merchandise milik Sakurazaki?"


"Iya!"


Ya, alasan aku memanggil Himahara-kun ke kamarku adalah untuk membuatnya mengenal aku sebagai idol.

Memang, Himahara-kun selalu mendukungku di kehidupan nyata.


Tapi, aku juga ingin dia sedikit mengerti tentang Sakurazaki sebagai idol.



"Meskipun hanya sedikit, aku ingin Himahara-kun mengenal aku sebagai idol. Karena kamu sudah datang jauh-jauh ke rumahku, aku ingin kita menonton DVD live konserku bersama?"


"Live konser? Tidak masalah sih, tapi untuk apa kita perlu merchandise ini?"


"Karena, suasana itu penting! Lagipula, ini adalah pakaian resmi saat menonton live!"


Sambil berkata begitu, aku sebenarnya hanya ingin membuat Himahara-kun memakai barang-barang merchandise-ku. Himahara-kun, yang didorong olehku, akhirnya dengan enggan memakai happi, kemudian menggantungkan handuk syal di lehernya dan mengambil lightstick di kedua tangannya. Melihat Himahara-kun memakai merchandise-ku saja sudah membuatku tersenyum lebar. Bagaimana ini, aku ingin mengambil foto.


"Lalu, kita nonton live-nya di mana? Di PC yang ada di atas meja?"


"Kita nonton di TV besar di ruang tamu, dong."


"Eh, kamu suruh aku pergi ke ruang tamu dengan penampilan memalukan ini?!"


"Ah, jangan bilang malu-malu!"


"Tapi kan... Mitsuki-san dan Kazunari-san juga ada."


"Papa dan Mama sering datang ke live, jadi mereka sudah terbiasa dan tidak akan berpikir apa-apa kok! Ayo, ayo, kita ke ruang tamu."


Aku menarik tangan Himahara-kun yang sudah mengenakan merchandise-ku dan turun ke ruang tamu di lantai satu. Begitu sampai, kita langsung ditemukan oleh Papa dan Mama yang sedang menonton TV bersama.


"Wah, Himahara-san, cocok sekali denganmu. Cinta kamu kepada Nako terasa sekali."


"...Himahara-kun, perasaanmu kepada Nako sudah sangat jelas, jadi tolong lepas itu dulu."


"Hei Sakurazaki, aku malah jadi salah paham dan diminta untuk melepasnya, boleh aku lepas ini?"


"Tidak boleh! Ayo, kita nonton live-nya!"


"Eh..."


∆∆∆


Akhirnya, aku memakai merchandise-ku dan menonton DVD live Razhoi bersama Sakurazaki.


"Ne, ne, karena sudah sampai sini, yuk kita latihan call?"


"Call itu, yang teriak-teriak itu kan? Malu ah, aku tidak mau."


"Ah, kalau kamu malu-malu begitu, kamu tidak bisa mendukungku deh!"


"Aku tidak pernah bilang akan mendukungmu."


"Tapi Himahara-kun, kamu kan pakai happi dan segala macam!"


"Kamu yang menyuruhku memakainya!"


Saat kami berdebat, live Razhoi mulai berlangsung. Ternyata ini adalah summer live dari setahun yang lalu. Saat itu, Sakurazaki berlari di catwalk sambil menyanyi, membawa super soaker besar dan memancarkan 'hujan keberkahan' ke arah penonton.


"Kamu, terlalu bersemangat," komentarku.


"Aku, aku nggak terlalu bersemangat kok! Ini bagian dari pelayanan untuk fans!"


"Fan service?"


Yah, kalau penonton senang, berarti oke dong.


Lalu, Sakurazaki terus menyanyi tanpa henti. Harus menyanyikan begitu banyak lagu sambil melakukan 

performa, memang pekerjaan idol itu berat ya. 

Terutama Sakurazaki, karena dia center, jadi memiliki banyak bagian solo. Dan dia sama sekali nggak fals...


"Sakurazaki itu, memang suaranya bagus ya. Nyanyi banyak lagu gini, tenggorokannya pasti lelah... Tapi dia benar-benar hebat."


"Tiba-tiba ngomong apa sih... Puji-pujianmu nggak akan membuatku memberikanmu apapun selain happi itu loh."


"Aku nggak butuh apa-apa."


"Maaf mengganggu suasana yang menyenangkan ini... tapi bolehkah aku juga bergabung dalam sesi menonton ini?"


Tiba-tiba, pintu living room terbuka dan yang muncul adalah Ichinari-san, memakai happi sama seperti aku dan headband yang bertuliskan 【NAKOSUKI】.


"Apa-apaan ini orang..."


"Kazunari-san, kenapa sih pakaiannya kayak gitu?"


"Sebagai ayah, aku nggak bisa kalah sama newcomer seperti kamu. Aku sudah mendukung Naoko sejak dia dilahirkan."


"Eh, oke... Tapi, Mitsuki-san yang datang belakangan itu lagi ngapain sih?"


Ketika Kazunari-san masuk, Mitsuki-san juga masuk sambil cekatan mengarahkan kamera ponselnya ke arah kami.


"Ah... aku cuma pikir Kazunari-san dan Himahara-san matching."


"Ini cuma kelompok yang nyebelin tau."


"Ah! Himahara-kun bilang nyebelin lagi! Itu bahasa kasarku untuk fans!"


"Himahara-kun! Kenapa kamu malah melamun! Kalau kamu serius mendukung Nako, kamu harus lebih sering melihat fan service ciuman lempar. Cepat putar ulang."


"Kazunari-san, Himahara-san, lihat ke sini dong."


Ah, keluarga ini ribet banget...


Previous Chapter | ToC 


Post a Comment

Post a Comment