NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

[LN] JGeneki JK Idol-san wa Himajin no Ore ni Kyomi ga Arurashii Volume 2 - Chapter 2 [IND]


Penerjemah : Ryhn


Proffreader : Izhuna


Chapter 2 : Idola lokal ingin bergaul dengan orang-orang yang mempunyai waktu luang


Hari berikutnya setelah berkeliling dan makan-makan di Yanaka Ginza bersama Sakurazaki――.


"Jadi begini! Pelatih bilang itu salahku karena aku terlambat menutupi, bisa kamu bayangkan? Itu nggak masuk akal kan?"


Aku berangkat ke sekolah bersama Nanamizawa yang sejak pagi tak henti-hentinya mengeluh tentang klub. 


Sudah cukup stres dengan panas yang terik, mendengarkan keluh kesahnya membuatku nyaris mencapai batas kesabaran.


"Kou, kamu mendengarkan nggak sih?!"


"Ah iya iya, cerita tentang pelatih yang menyebalkan itu kan? Aku dengar, aku dengar."


Sampai di rak sepatu dekat pintu masuk, aku menjawab sambil melepas sepatu kulitku dengan wajah yang bosan.


Rasanya telingaku mau pecah mendengar keluhan yang sama berulang-ulang. Cobalah mengerti situasiku juga……


Saat aku hendak memasukkan sepatu kulitku ke dalam rak, aku merasakan "sesuatu yang aneh".


"Hmm……?"


Saat aku mengangkat sepatu dalamku, di bawahnya terdapat sebuah amplop putih.


"Kou, ini apa?"


"Aku nggak tahu…"


 Apa-apaan ini? Sebuah surat tantangan yang ketinggalan jaman atau apa?


Amplop putih berukuran cukup besar yang Nanamizawa ambil dari rak sepatuku itu, ditutup dengan stiker hati berwarna kuning.


Aku menatapnya dengan mata yang masih mengantuk sambil menggosok-gosok mataku.


"Ini surat yang cukup bergaya ya?"


"Ini…… pasti surat cinta, Kou! Ada stiker hati juga!"


Seperti yang dikatakan Nanamizawa, memang terlihat seperti surat cinta……


"Tapi pasti ini hanya lelucon."


"Memang ada kemungkinan itu lelucon, tapi…… ayo, ambil."


Nanamizawa, sambil memeriksa sekeliling, menekankan surat cinta (mungkin) itu ke dadaku.


"Kamu ini cepat sekali bersih tangan. Biasanya kamu akan langsung bilang 'ayo kita buka' dan membukanya tanpa bertanya."


"Kalau memang ini surat cinta yang serius, kasihan kan anak itu."


"Kasihan…… kamu yang selalu membuka kunci ponselku tanpa izin mengatakan itu?"


"Jangan mengambil kesempatan di saat seperti ini!"


"Iya iya"


Aku membuka stiker dari surat cinta (mungkin) yang aku terima dari Nanamizawa, dan melirik isi surat yang ada di dalamnya.


"aku menunggu di atap sekolah setelah jam pelajaran hari ini."


Hanya itu yang tertulis.


Tulisan yang belum pernah kulihat sebelumnya――sepertinya tulisan tangan seorang gadis, jadi kemungkinan ini lelucon dari anak laki-laki cukup kecil.


Lagipula, aku ini orang yang tidak berbahaya dan hanya ingin pulang ke rumah, jadi tidak ada alasan untuk dikerjai…… jadi, ini sebenarnya apa…….


Wajah Nanamizawa tampak cemas sambil tidak melepaskan pandangan dari surat cinta di tanganku.


"Kou…… apa yang akan kamu lakukan? Kalau kamu benar-benar ditembak――"


"Kalian berdua, ada apa?"


"「――?!」"


Saat aku dan temanku berbicara di depan kotak sepatu, Sakurazaki yang baru saja datang ke sekolah menyapa kami.


"Hai! Nako-chan, selamat pagi!"


"Selamat pagi, Shino-chan. Eh, kalian sedang dalam pembicaraan serius ya?"


"Hah! Tidak, tidak ada apa-apa, kan, Kou?"


Namizawa berbicara cepat, seolah-olah mencoba mengalihkan pembicaraan sambil memberi isyarat agar aku ikut bermain.


"Iya. Kita sedang bicara soal politik, haha."


"Benarkah?"


Sakurazaki miringkan kepala sambil meletakkan loafersnya ke dalam kotak sepatu dan mengganti dengan sepatu dalam.


"Benar lho, Himahara-kun! Tentang hal setelah sekolah hari ini..."


Begitu kata "setelah sekolah" keluar dari mulut Sakurazaki, tubuhku dan Namizawa seketika bereaksi.


"Na, Nako-chan! Hari ini kebetulan klubku libur, kalau kamu mau, bagaimana kalau kita berdua pergi belanja? Seperti kencan."


"Uh, ya. Tentu saja boleh... Bagaimana dengan Himahara-kun?"


"Kou itu... erm."


Namizawa menatapku dengan wajah yang tampak kesulitan.


Aku mengerti, aku mengerti.


"Tidak apa-apa. Sesekali pergilah hanya kalian berdua. Tanpa aku, mungkin akan lebih mudah untuk berbicara."


"Benar! Kalau Kou ada, aku dan Nako-chan tidak bisa berbicara tentang cinta! Kou, kamu kesepian sendirian di restoran gyudon saja ya."


"Ah, biarlah aku saja."


Namizawa berhasil membuatku terlihat seperti orang luar.


Walaupun dia tidak terlalu pandai dalam pelajaran, tapi dia memiliki kemampuan sosial yang aneh.


"Maaf ya, Himahara-kun."


Sakurazaki, yang tidak tahu apa-apa, minta maaf dengan rasa bersalah.


"Tidak apa-apa. Sesekali bersenang-senanglah hanya berdua dengan Namizawa."


"...Uh, ya."


Ini sudah cukup...


Entah bagaimana, aku tidak ingin hanya Sakurasaki yang tahu tentang surat cinta itu.


Aku memberikan isyarat mata "terima kasih" kepada Namizawa.


                                                 ☆☆


"Yah, sampai jumpa, Kou~? Aku akan 'mencuri' Nako-chan yang berharga dari Kou."


"Silakan saja."


"'Mencuri'? Apa itu? Sesuatu yang enak?"


"Hmm. Bagi beberapa orang mungkin enak? Karena itu adalah tindakan terlarang."


"Terlarang?! Rasanya seperti apa?!"


"Eh, pertama-tama, mengambil kekasih orang lain itu..."


"Jangan ajari Sakurazaki hal yang tidak perlu."


Nyaris saja aku mengucapkan sesuatu yang berbau R18, ketika aku menyentil kepala Nanamizawa, dia hanya menjulurkan lidahnya.


"Kalau begitu, Kou. Sampai jumpa besok ya~"

"Sampai jumpa, Himahara-kun!"


Aku melambaikan tangan ringan sambil mengantar mereka berdua di depan gerbang sekolah.


"……Nah, saatnya berangkat."


Aku kembali ke gedung sekolah dan melangkah menuju atap.


Ada apa gerangan dia sampai-sampai memanggilku setelah sekolah――――?


"Eh……"


Saat aku membuka pintu atap, angin kencang berhembus, dan siswi berambut pirang yang berdiri sendirian di tengah atap, menoleh ke arahku sambil menahan rambut panjangnya.


"Kamu adalah…… Koikawa?"


Yang ada di atap saat hari mulai gelap hanyalah Koiwai Miyu, idola lokal.

Dengan rambut pirang panjang yang begitu indah dan bersinar, serta pandangan mata yang sedikit melirik dan memikat, dia adalah gadis "devilish" yang mampu memikat hati para pria dengan sekali pandang.


Tidak hanya dengan kata-kata atau kepribadian, tapi juga dengan penampilannya yang menggoda, dengan pinggang yang ramping namun bagian dada dan paha yang membulat, menarik perhatian para pria.


"Sudah lama ya, 'Himahara-san'?"


(Pfn: Ingat mereka pernah ketemu pas kejebak hujan)


"?! "


Sebelumnya, aku pernah meminjamkannya payung, tapi itu saja kontak kami. 


Kami tidak berkembang lebih dari itu dan aku bahkan tidak memberitahunya nama.


Saat itu, aku berkata padanya bahwa dia bisa membuang payung itu jika dia mau, dan sejak itu dia tidak pernah berbicara denganku lagi.


Namun, bagaimana dia bisa tahu namaku?


"Sekarang, aku akan menebak apa yang kamu pikirkan. Bagaimana dia tahu namaku? Benar kan?"


"……"


"Namamu adalah Himahara Kou . Seorang yang santai di klub pulang-pergi dengan nilai yang cukupp bagus. Tinggimu 175 cm dan ulang tahunmu pada 14 Januari. Dan yang paling penting……"


(Pfn: Ngeri gw anjir)


Koikawa mendekatiku dengan langkah cepat, cukup dekat hingga dia bisa meletakkan wajah kecilnya di atas bahu aku, dan meresapkan napas di telingaku dengan suara "huft".


"Kamu sedang berkencan dengan idol JK yang populer, Sakurazaki Nako-chan."


Mendengar itu, aku langsung merasa kedinginan dan sekaligus kecurigaanku terhadap Koikawa Miyu meningkat drastis.


"Apa?! Bagaimana kamu tahu tentang Sakurazaki!"


Aku menjauh dari Koikawa dan menatapnya dengan tatapan tajam.


Informasiku seperti tinggi badan dan tanggal lahir mungkin masih wajar, tapi kenapa Koikawa Miyu tahu tentang hubunganku dengan Sakurazaki...?


"Dari mana kamu tahu? Kalau kamu melakukan tindakan stalking, aku akan melaporkannya."


"Begitu ya... Kalau aku bilang aku menghabiskan malam dengan salah satu cowok sekelas dengan Himahara-san, apa kamu akan tertarik?"


Koikawa... dengan salah satu cowok di kelasku...?


Maksudnya, mungkin salah satu dari cowok-cowok yang terlibat dengan grup cewek atlet di sekolah, yang ceria itu...?


"Sekarang, kamu membayangkan aku tidur dengan teman sekelasku cowok?"


"Shh... tidak!"


"Hehe, tenang saja. Itu semua candaan kok. Mungkin terlihat seperti aku main-main, tapi aku masih perawan."


(Pfn: Tobrut jahat >_<)


".........."


"Apa? Kamu lega?"



"Tentu saja tidak!"


Ketika aku menyangkal, Koikawa hanya menggelengkan kepala sambil mengangkat bahu.


"Pria yang menyukai idol itu semua sama ya. Mereka berpikir 'idolku pasti tidak punya pacar. Dia pasti masih perawan. Dia pasti tidak pernah jatuh cinta karena dia dari sekolah wanita dari SD sampai SMA'... Mereka menyusun ideal mereka sesukanya."


"Apa yang coba kamu katakan dari tadi?"


"Mana yang kamu pilih, Himahara-san? Kamu melihatku melalui filter idealismu, atau kamu melihatku apa adanya?"


"Keduanya tidak. Aku tidak tertarik padamu."


Setelah aku dengan tegas mengatakannya, Koikawa mulai bermain dengan bagian atas seragamnya dan membuka satu kancingnya.


Tiba-tiba, dada penuhnya terpampang dan kulitnya terlihat masuk ke dalam pandanganku.


"Kalau kamu memilih aku sekarang juga... Himahara-san bisa menjadi yang pertama untuk memeluk tubuh ini, loh."


"Aku menolak. Seperti yang telah aku katakan, aku tidak tertarik padamu."


"Lagi-lagi kamu berkata seperti itu... Sejak kamu datang ke sini, kamu sudah melihat ke arah dadaku delapan kali, lho."


"Apa, ha?!"


"Kamu pikir aku seperti Nako-chan yang imut, tapi pada akhirnya kamu lebih suka cewek dengan gaya tubuh seperti aku?"


"Makanya aku bilang! Aku tidak menyukai Sakurazaki atau kamu."


"Kalau begitu, biasanya kamu melakukan masturbasi dengan membayangkan wanita seperti apa?"


"Buft!"


Pertanyaan yang sangat langsung tanpa ada upaya untuk menyembunyikan apa pun.


Serius, apa sih ini.


"Mustahil kalau cowok SMA tidak melakukan masturbasi, kan? Jadi, Himahara-san sebenarnya mungkin terlihat tidak tertarik, tapi sebenarnya kamu melepaskan hasrat seksual yang kamu pendam dengan cara apa? Apakah itu dengan Nako-chan yang murni dan polos itu, atau dengan wanita seperti aku dengan dada dan paha yang besar... Nah, mana?"


"Bisanya! Kalau kamu hanya ingin mengejek, aku—"


Saat aku berusaha untuk pergi, Koikawa dengan paksa menarik tangan kiriku dan menariknya ke dada kanannya.


Tanganku... di dada Koikawa...


Melalui blus putihnya, kehangatan tubuh Koikawa merambat ke tangan kiriku.


Ukurannya besarnya yang tidak bisa ditampung hanya dengan satu tangan, tekstur kasar dari pakaian dalam putih yang dikenakannya, dan yang paling penting, kelembutan dada Koikawa yang belum pernah aku rasakan sebelumnya... eh!!


"Click."


"Hah?"


Koikawa memegang ponselnya dengan tangan yang tidak sedang memegang tanganku, mengarahkan kamera depan ke arahku.


"Ini sudah mengamankan bukti. Kamu telah meremas dada aku. Fakta itu tidak bisa digoyahkan."


Ah, sialan.


"Dengan ini, kamu tidak bisa melawan aku lagi, 

Himahara-san♡"


Entah bagaimana, aku telah sepenuhnya terjebak dalam ritme Koikawa.


"Jadi, bagaimana? Kamu ingin foto ini dihapus, atau kamu ingin foto ini dicetak dan dimasukkan ke dalam kotak sepatu Nako-chan, silakan pilih."


"Kamu, terlalu paksa..."


"Ini hanya negosiasi kok. Jika kamu ingin foto ini dihapus—"


Serius nih, aku lagi diancam ya...


Apa yang bakal dia minta—


"Besok, tolong temani aku kencan!"


"Ke, kencan...?"


"Iya dong♡ Kan hari Sabtu, kamu pasti nggak ada rencana kan?"


Yang aku kira bakal minta uang atau semacamnya, ternyata malah minta kencan.


Di satu sisi lega sih bukan uang yang diminta... tapi misteri kenapa dia mau kencan sama orang se-nganggur aku, masih tersisa.


"Sebenarnya kamu mau apa sih?"


"Ngga ada tujuan khusus kok. Seperti yang kamu lakukan kemarin sama Sakurazaki Nako-chan di Yanaka Ginza, aku nggak peduli mau ke mana pun asal kamu yang jadi eskor aku."


"Jadi kamu tahu itu berarti kamu emang nguntit?"


"Bahkan ke tempat yang nggak bisa kamu pergi sama Nako-chan pun... boleh lho."


"Apa...?"


Tempat yang nggak bisa aku pergi sama Sakurazaki...


Saat itu juga, sebuah ide terlintas di pikiranku.


Ada satu tempat yang selama ini aku pikir nggak mungkin aku kunjungi sama Sakurazaki.


Aku berencana pergi sendiri ke sana... tapi mungkin ini bisa jadi cara untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik.


"...Oke."


"Serius? Wah, ternyata kamu cukup excited ya?"


"Nanti aku kirim waktunya, bisa kasih tau ID Lime-mu?"


"Iya dong."


Koikawa mungkin nggak nyangka kalau orang se-nganggur seperti aku bakal memilih kencan yang bener-bener seru.


Tujuan kencannya, biar aku yang mutusin tanpa ragu.



∆∆∆



Di hari Sabtu akhir pekan.


Aku mengenakan beige ensemble knit dress dan sempat mampir ke salon sebelum menuju tempat bertemu dengan Himahara-san.


Aku udah pernah kencan sekali-sekali dengan berbagai cowok, tapi ini pertama kalinya aku semangat banget.


"Kayaknya... aku excited."


Sejak hari hujan itu, ketika aku meminjam payung darinya, aku terus memikirkan tentang Himahara-san. Aku sudah terbiasa dengan laki-laki yang mendekatiku hanya karena tertarik dengan tubuhku, tapi dia berbeda. 


Saat dia meminjamkan payungnya, dia sama sekali tidak memandangku dengan pandangan yang tidak pantas, dan setelah itu dia langsung pergi tanpa meminta imbalan apa pun. 


Aku sangat percaya diri dengan penampilan dan proporsiku, jadi aku penasaran, jika dia tidak tertarik padaku, lalu kepada siapa dia tertarik... Itu yang terus mengganggu pikiranku.


Masuk ke musim panas, aku melihatnya sedang bersenang-senang dengan seorang gadis yang memakai kacamata di sebuah festival kembang api, yang aku kebetulan hadir karena pekerjaan. 


Aku merasa sangat terguncang melihatnya bersenang-senang dengan gadis lain, padahal dia selalu terlihat acuh tak acuh padaku. Aku merasakan kekalahan dan sekaligus keinginan yang kuat untuk memilikinya.


Sebelum semester baru dimulai, aku memutuskan untuk menggunakan laki-laki yang mendekatiku di masa lalu untuk mengetahui lebih banyak tentangnya. 


Namanya adalah Himahara Kou – seorang yang tidak terlalu bergaul dan memiliki kemampuan akademis yang sangat baik, meskipun kemampuan olahraganya hanya biasa-biasa saja. Dia tidak memiliki banyak teman, tapi ada satu gadis, Nanamizawa Shino, ace klub voli tahun pertama dan teman masa kecilnya, yang tampaknya memiliki hubungan dekat dengannya. 


Namun, gadis yang bersamanya di festival kembang api bukanlah Nanamizawa. Fisik mereka sangat berbeda.


Lama-kelamaan, aku tidak hanya tertarik pada Kanbara, tapi juga pada gadis yang berkencan dengannya. Aku ingin tahu, dengan jenis gadis seperti apa dia berkencan.


Baru-baru ini, saat aku lewat Yanaka Ginza karena pekerjaan idol lokal, aku melihat Himahara-san lagi. Dan saat itu... aku mengetahui bahwa orang yang bersamanya adalah – "Sakurazaki Nako," si Raspberry Whip.


"Isogo~ Isogo~"


Pintu kereta terbuka.


"Akhirnya sampai..."


Himahara-san menentukan tempat pertemuan untuk kencan kami di stasiun Isogo, yang terletak di selatan stasiun Yokohama. Ada banyak tempat kencan di Tokyo, jadi kenapa harus Yokohama...? Tapi, mengingat dia adalah orang yang berhasil menaklukkan Sakurazaki Nakoko, pasti ada alasan dibalik pilihannya ini.


Apakah dia ingin berjalan-jalan di pantai karena dekat dengan laut?


...Itu terlalu biasa dan membosankan.


Lagi pula, pantai untuk kencan pertama terasa agak ketinggalan zaman.


Sejauh ini, setiap laki-laki yang mendekatiku selalu memilih tempat yang "tidak akan membuat bosan hanya dengan berada di sana" untuk kencan singkat kami. Misalnya, jika itu mal, kita tidak perlu rencana kencan yang rumit karena kita bisa memilih tempat di situ berdasarkan suasana hati.


Jika percakapan terhenti, kita bisa mampir ke toko terdekat, jadi itu tempat yang sempurna untuk kencan pertama. Di sisi lain, pantai hanya menawarkan laut yang membentang luas, tanpa banyak aktivitas khusus yang bisa dilakukan.


Hanya melihat laut saja membuat percakapan menjadi sulit untuk berkembang.


Namun, mengapa Himahara-san memilih tempat seperti ini untuk bertemu denganku...?


"Jangan-jangan Himahara-san ingin masuk ke laut bersamaku?"


Tapi dia tidak menyuruhku membawa baju renang.


Kira-kira dia ingin aku memakai baju renang yang seksi pilihannya untuk kesenangannya?


Hmm... Jadi Himahara-san juga seorang yang agak mesum ya.


"Hey, Koikawa. Maaf ya, kamu sampai harus datang jauh-jauh ke sini."


Begitu keluar dari pintu periksa tiket, Himahara-san sudah menungguku di tempat itu. Mengenakan half-zip top berwarna hitam dengan lengan sekitar lima perempat yang lebar, dipadukan dengan celana denim abu-abu, Kanbara-san tampak menggantung tas tote besar berwarna putih di bahunya. 


Pasti, di dalam tas tote itu, tersimpan baju renang nakal yang ingin dia pakaikan padaku. 



"Kamu bilang ke aku sebelumnya tentang 'tempat yang tidak bisa kita kunjungi bersama Sakura-saki', dan aku langsung berpikir untuk memilih tempat ini," 


 Yah, dengan tubuh langsing seperti Sakurazaki Nako, kamu hanya bisa memakai baju renang yang seperti untuk anak-anak ya. 


Pastinya, baju renang yang Himahara-san siapkan itu harus untuk seseorang sebesar aku dong. 


"Kita akan naik bus dari sini," 


"Siap!" 


Dalam waktu sekitar sepuluh menit naik bus, kami berdua berpindah menuju Teluk Negishi. Dan, tempat yang dibawa Himahara-san untukku memang bisa disebut laut, tapi........ 


"Eh, Himahara-san?" 


"Hmm?" 


"Tempat kencan ini, beneran di sini?" 


"Iya, memang di sini."


 "Tapi, kenapa?" 


"?"


"Mengapa di kencan kita harus pergi memancing di laut!!!"


Himahara-san benar-benar melampaui ekspektasiku.



∆∆∆



Ini adalah fasilitas pemancingan di Teluk Negishi. 


Sebuah tempat dimana siapa saja bisa menikmati memancing dengan santai, dan kamu bisa menikmati memancing dari spot pemancingan yang dikelilingi pagar kuning. 


Setelah menyewa peralatan memancing untuk kami berdua dan membeli tiket masuk, aku memberikannya kepada Koikawa. "Suhu udara 24 derajat, cuacanya cerah... hari yang sempurna untuk memancing," katanya. 


Aku khawatir karena kemarin cuacanya mendung, tapi syukurlah cuaca hari ini cerah. Sambil melihat matahari yang bersinar terik dan ombak yang datang silih berganti, aku mengambil botol air mineral alami dari dalam tas tote. 


"Aku pikir kamu akan haus, jadi aku beli air dan teh, kamu mau minum yang mana?"


"Aku pilih air mineralnya—tunggu dulu! Kenapa sih, kita harus memancing di kencan kita!"


Koiwai, yang tampaknya kesal, menunjukkan reaksi yang tidak biasa darinya. 




Hari ini, Koikawa terlihat sangat menarik perhatian dengan memakai dress rajut yang menampakkan bahunya, dan rambutnya lebih berkilau dan lurus seperti benang emas yang transparan, terlihat lebih dewasa daripada siswa SMA biasa. 


"Kencan pertama malah memancing, itu nggak masuk akal!" 


"Tapi kamu, lihat, kamu bisa melempar pancing dengan sangat terampil," 


"Itu, itu karena..."


Aku terkejut melihat Koikawa melakukan persiapan memancing dengan begitu cekatan, seakan bukan pertama kalinya dia datang ke sini.


"Apa-apaan sih, itu nggak penting! Lebih penting, kenapa dari semua pilihan di Tokyo, harus memancing sih?"



"Karena kamu terlihat dewasa dari penampilan dan sikapmu, aku pikir kamu bakal mau ikut kegiatan ngabisin waktu kayak gini. Mengajak Sakurazaki... itu, ah, rasanya nggak mungkin."


"Bukan itu maksudnya... Ah, aku sampai nggak bisa berkata apa-apa lagi."


Koikawa meneguk air mineral yang baru saja aku berikan.


"Kamu pasti sudah habis keliling tempat kencan di Tokyo, kan? Atau, hobi kamu bandingin tempat yang sudah kamu kunjungi dengan pria lain?"


"Ngga ada hobi macam itu, dengerinnya aja udah nggak enak. Eh, mungkin kamu, Himahara-san, yang sebenarnya sudah pernah memancing di sini sama Nako-chan? Terus kamu mau bandingin aku sama Nako-chan?"


"Itu nggak benar. Tempat ini spesial jika aku datang bersama kamu."


"Eh......"


"Kalau Sakurazaki, dia pasti bakal bosan dalam hitungan menit."


"Hah?"


Sambil ngemil, aku bisa membayangkan Sakurazaki yang bilang, "Aku udah bosan, Himahara-kuuun! Ayo makan!"


"Aku ini... kayaknya dianggep cewek yang mudah ya?"


"Yang mulai pakai foto buat memanipulasi situasi itu kamu kan? Jadi nggak usah ngomong gitu."


"Kamu... marah?"


"Tentu saja!"


"Yah, tapi kamu sudah bisa menyentuh dadaku, itu kan bagus?"


"Tidak sama sekali! Kamu juga ngasih kesempatan ke cowok lain untuk menyentuh?"


"Tentu tidak Himahara-san... kamu spesial."


Spesial?


Aku yang hampir tidak pernah berbicara dengannya kecuali saat meminjamkan payung, spesial?


"Himahara-san, senang kan? Bagaimanapun, kamu yang pertama kali menyentuh dadaku. Dan pada saat yang sama, dadaku, Koikawa Miyu, adalah yang pertama kali kamu sentuh, kan? Fakta itu nggak akan berubah sekarang atau nanti♡"


"Ugh..."


"Nanti, bahkan saat kamu bersama Sakurazaki Nako, kamu bakal terus ingat, 'Dada Koikawa itu lembut ya' sambil merasa bersalah karena membandingkan dada minimalis Nako-chan dengan dada besar dan lembutku."


Aku harus tetap tenang... Aku kalah jika aku mendengarkan omongannya.


Jangan terbawa perasaan... Aku.


"Kamu terangsang? Pasti terangsang, kan, Himahara-san?"


"Tidak!"


"Kamu lihat, joranmu bereaksi♡"


(Pfn: Joran mana satu?🗿)


"Kamu ini! Berhentilah mengejek!"


"Kan aku bilang, lihat."


"Eh?"


Koikawa menunjuk bukan ke "joran"ku, tapi ke pancinganku.


Karena teralihkan oleh Koikawa, aku tidak sadar bahwa pancinganku sudah mendapat gigitan.

Dengan hati-hati, aku mulai menggulung reel, dan berhasil menangkap ikan pertama hari ini.


"...Ini, ikan Ajing."


"Himahara-san itu, tadi mikirin joran yang mana?"


(Pfn: 🗿)


"Diam! K, karena perilakumu sehari-hari yang membuat..."


"Menyalahkan aku, sungguh kejam. Kamu harusnya berterima kasih karena berkat aku kamu bisa menangkapnya."


"Itu... terima kasih."


"Himahara-san, ternyata gampang banget,manisnya"


"Aku nggak jadi manis!"


Aku memasukkan ikan yang aku tangkap ke dalam ember, lalu memasang umpan lagi. Sebenarnya, aku ingin menikmati memancing dengan santai hari ini, tapi rasanya kayak terus diombang-ambing oleh Koiwai. Saat aku melirik ke arah Koiwai, ekspresi wajahnya yang tadinya marah sudah berubah menjadi lebih lembut.


"Kamu keburu diungguli sama Koiwai-san ya. Padahal aku ini pengalaman memancingnya juga lumayan, mungkin sudah saatnya aku serius nih," katanya.


"Jadi memang benar ya? Kalau begitu, berarti aku udah benar mengajak kamu memancing hari ini," jawabku.


"Keberuntungan banget ya? Bayangin kalau aku ini cewek biasa yang nggak pernah memancing, mungkin aku udah kesal dan pulang dari tadi," katanya.


"Aku yang diancam pakai foto kok malah minta-minta. Kalau cuma mau main-main, pasti aku pilih tempat yang lebih oke dong," balasku.


"...Itu sih bikin aku makin kesal."


"Jangan marah dong. Nanti kita lanjut seperti biasa."


"Lanjut? Maksudnya?"


"Iya, makan siang—eh? Lihat, kail kamu ada yang nyambar."


"Kamu mau pegang kailku? Padahal masih siang, Koikawa-san kok berani banget ya," 


"Bukan itu maksudku! Cepetan gulung kailnya," 


Koiwai dengan cekatan menggulung kailnya sambil menarik ikan yang tergigit. Dia terlihat sangat berpengalaman...


Setelah itu, aku dan Koiwai tetap berdiri di depan pagar kuning, menunggu ikan lain menggigit. Waktu terasa begitu lambat. Aku coba buka obrolan dengan Koiwai.


"Koikawa, kenapa sih kamu jadi idol?" 


"Tiba-tiba banget sih pertanyaannya?"


"Aku cuma penasaran sama kamu," 


"Jangan bilang kamu suka sama aku?"


"Tentu tidak," 


Koikawa kemudian membuncitkan pipi kanannya dengan berlebihan dan mulai menjawab pertanyaanku.


"Aku memulai menjadi idol lokal karena itu adalah 'mimpi'ku."


"Mimpi...?"


"Kamu lihat kan, aku ini cantik banget kan?"


"Kamu sampai ngomong sendiri."


"Ya iyalah, itu kan kenyataannya. Ditambah lagi, aku punya dada yang besar, jadi semua cowok sekelas di SMP suka sama aku," 


"Semua..."


Koikawa tampak bangga dengan cerita popularitasnya yang luar biasa. Aku ingin membantah, tapi memang susah mencari alasan kenapa dia tidak akan populer dengan penampilan dan karakternya itu.


"Tapi, karena aku kayak gini... akhirnya aku jadi terlalu percaya diri," lanjutnya.


"Percaya diri?"


"Karena cantik, aku yakin pasti bisa jadi idol populer. Tapi pas aku ikut audisi, kenyataannya malah berbeda," kata Koikawa, matanya terlihat jauh saat dia melanjutkan.


"Aku cuma cewek yang cantik. Yang punya kepribadian menarik, bisa nyanyi dengan baik, atau yang punya kemampuan menari yang bagus, mereka yang selalu mendapat penilaian tinggi di audisi. Aku yang pikir jadi idol itu cukup dengan cantik saja, ternyata gagal total... Jadi, aku ini sebenarnya hanya katak dalam tempurung," ungkap Koikawa dengan nada rendah diri.


Awalnya Koikawa terlihat sangat percaya diri, tapi tiba-tiba berubah menjadi sangat merendahkan diri sendiri, hampir seperti orang yang berbeda.


"...Oh begitu."


 hanya itu yang bisa aku ucapkan karena tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat.


"Ah, kamu ini, Himahara-san, benar-benar gak bisa deh," dia protes.


"Apaan sih, gak bisa gimana?" 


"Kan aku lagi sedih gini, seharusnya kamu bilang, 'Tapi tetap aja Koiwai itu imut, jadi gak apa-apa dong!' sambil memelukku dengan kuat. Kalau kamu gitu, skornya bisa 100 deh."


"Skor merah kayak gitu mendingan gak usah deh. Gak tertarik," 


"Hehe," 


Koikawa tersenyum kecil dan mendekatkan tubuhnya kepadaku, hingga bahunya menyentuh bahuku.


"Oi, reelnya bakal kusut nanti!"


"Tenang aja. Eh, lebih penting, Himahara-san... beneran kau ga melakukan hal 'itu' sama Nako-chan?"


"Ya iyalah ga pernah!"


"Trus, mau coba latihan samaku?"


"...Kamu kan bilang sebelumnya kamu belum pernah ngelakuin itu, tapi sebenarnya kamu udah berpengalaman ya?"


"Ga ada kok. Mau cek di atas tempat tidur apakah aku masih perawan?"


(Pfn: Gas lah apalagi 🤤)


"...Eh, ga usah! Aku ga tertarik."


Aku menolak sambil menggelengkan kepala keras-keras.


"Tapi, aku memang masih perawan loh. Ga mungkin kan aku yang se-cute ini dibiarkan digarap sembarangan sama cowok-cowok yang menyeramkan?"


"Ya udah, anggep aja aku salah satu dari cowok-cowok menyeramkan itu."


"Ga mau. Soalnya kamu ga bau kok."


"Bau...?"


"Orang yang terobsesi biasanya bau lho. Hasrat, nafsu, keinginan memiliki... Semua cowok yang pernah aku kencani sebelumnya bau itu."


Bisa ngedeteksi dari bau, apa dia punya kekuatan super apa gimana...?


"Tapi entah kenapa Himahara-san ga bau sama sekali..."


Koiwai sengaja mendekatkan hidungnya ke arahku dan mengendus-ngendus.


"Malahan kamu bau enak."


"Jangan ngendus-ngendus, Menyeramkan."


"Kamu pakai parfum ini juga pas kencan sama Nako-chan?"


"...Itu urusanku."


"Oho, berarti beda dong? Pasti kamu bedain parfum buat cewek utama sama yang lainnya ya?"


"Sama aja, sama! Ah, kamu tuh ribet deh!"


"Hehe. Terima kasih atas pujianya."


Ngobrol sama Koikawa itu bikin pusing...

Mungkin ini pertama kalinya gue digoda sama cewek sebegini.


Bahkan saat dengan Nanami Sawa, dia sedikitnya membuat pembicaraan jadi lebih tenang, tapi Koiwai terus menerus mengejekku.


Bener-bener susah diajak bicara...


"Ngobrol sama Kanahara-san itu menyenangkan. Ini pertama kalinya gue ketemu orang seperti kamu."


Sambil menggulung reel, Koiwai bergumam.


Aku teralihkan oleh pembicaraan dan ga sadar kalo ternyata Koiwai udah lebih banyak nangkep ikan daripadaku.


Koiwai kembali memasang umpan dan melempar jorannya.


"Himahara-san juga pasti senang kan?"


"Aku? Digoda terus sama kamu itu ga ada seneng-senengnya."


"Ah, kamu bilang gitu, tapi sebenarnya ga sepenuhnya benci kan?"


"Aku mulai kesel nih."


"Ah, marah cuma gara-gara ini? Kan masih anak-anak."


"Hah..."


Lebih baik aku diam aja...


Aku memilih untuk diam dan menatap laut.


Kuduga Koiwai itu orang yang lebih pendiam, tapi ternyata dia banyak bicara juga.


"Aku itu lagi nyari loh."


"?"


"Orang yang bisa membuatku tersenyum... Aku udah lama nyari orang seperti itu. Jadi, Kanahara-san?"


"Eh, aku?"


"Ya! Selamat ya. Kamu terpilih♡"


"Ini terburuk."


"Eh, kamu ga senang? Padahal dari sudut pandang cowok lain, diincar sama gadis cantik dan berdada besar seperti aku itu sesuatu yang diidam-idamkan. Oh, atau mungkin kamu tipe ‘aku cuma suka Nako' gitu?"


"Sebenernya, aku sama Sakurazaki ga berkencan kok."


"Eh? ...Ah, bohong, kan?"


Koikawa dengan mata terbelalak menunjukkan rasa terkejutnya.


"Melakukan kencan sembunyi-sembunyi dengan jarak yang begitu dekat... Kalian tidak berpacaran?"


"A-aku..."


"Heh... Kalau begitu, tidak masalah kalau aku pacaran denganmu dong?"


"Itu tidak akan terjadi."


Ketika aku menyangkal, Koikawa dengan wajah cemberut mulai menggulung reel dan lagi-lagi berhasil menangkap ikan.


"Nah... Ini yang ketiga untukku. Bagaimana denganmu, Himahara-san? Sepertinya kamu belum mendapat apa-apa setelah yang pertama?"


"Ya, kalau terus-menerus dapat, kan tidak seru. Memancing itu seharusnya santai begini."


"Fufu, jadi kamu ngomong gitu karena kalah ya?"


"Bukan karena kalah."


"Kalau begitu, ayo kita adu. Yang dapat ikan paling banyak menang. Pemenangnya boleh minta apa saja satu permintaan, gimana?"


"Baiklah. Kalau aku yang menang, kamu tidak boleh lagi mengejekku."


"Fufu, boleh saja. Kalau aku yang menang... Aku akan memanggilmu dengan 'Kou-kun'."


Itu tidak terduga.


Aku kira dia akan meminta sesuatu yang lebih parah… Tapi ya sudahlah.


Dan begitulah, pertarungan memancing antara aku dan Koikawa dimulai... tapi.


--- Beberapa jam kemudian.


"Kou-kun kalah total♡"


Pada akhirnya... aku benar-benar kalah.


Setelah pertandingan dimulai, Koikawa yang tiba-tiba menjadi pendiam berhasil menangkap ikan satu demi satu, dengan total delapan ikan, sedangkan aku...


"Kamu yang ajak aku ke sini, tapi hanya dapat tiga ikan... Kou-kun, kamu memalukan~"


"Ah, kalau kamu bukan cewek, mungkin aku sudah marah dan melemparkan ikan-ikan dalam ember kepadamu."


"Jangan tiba-tiba ngomong hal menakutkan dong. Lagipula, cuma dapat tiga ikan, jadi tidak menakutkan kok~"


"Kamu mau aku lemparkan?"


"Di siang bolong, kamu ingin 'melemparkanku'... Kou-kun itu mesum♡"


"Dia ini...!"


"Karena aku menang, kamu harus memanggilku Kou-kun dan aku akan terus mengejekmu. Tidak ada masalah, kan?"


"Arrgh...!"


"Kamu hebat sudah bisa dapat tiga ikan, loh. Bagus deh, Kou-kun♡"

Koikawa sambil mengejek, mengelus kepala aku.


Ini terlalu memalukan...


Sepanjang waktu aku merasa seperti akan terkena ulkus peptikum karena stres.

∆∆∆



Setelah kami selesai membereskan peralatan memancing yang kami sewa, kami meninggalkan Teluk Negishi.


Ketika bus menuju stasiun datang, aku dan Koikawa duduk di kursi untuk dua orang di bus.


"Nah, kita sudah memancing, ya. Ah, tapi Kou-kun hanya dapat tiga ikan."


"Masih mau ejek aku dengan itu?"


"Iya♡"


Dia ini...


"Kenapa kamu bisa jago memancing sih?"


"Mau tahu?"


"Iya. Kamu bilang sebelumnya kalau kamu sudah berpengalaman, siapa yang mengajari kamu?"


"Baiklah. Karena aku merasa kasihan melihat Kou-kun yang lemah ini terus-terusan diejek, aku akan memberitahumu rahasia aku."


Koikawa berkata sambil menempelkan jari telunjuknya ke bibir dan tersenyum licik.


"Sebenarnya, aku berasal dari keluarga single parent. Jadi, aku dari kecil selalu dekat dengan ayahku. Aku sering ikut ayahku memancing sejak aku masih kecil, jadi aku jadi jago memancing."


Mendengar itu, aku jadi merasakan kehangatan dari Koinawa yang sama sekali tidak cocok dengan seseorang yang pernah mengancamku dengan foto. Ternyata dia juga orang yang baik, menemani hobi ayahnya... Sungguh tidak terduga.


"Kamu kelihatan senyum-senyum, aku bilang sesuatu yang aneh?" 


"Tidak, hanya sedikit kaget saja. Koinawa itu kan berambut pirang, aku pikir dia benar-benar dalam masa pemberontakan." 


"Apa itu? Kamu sendiri pasti juga lagi masa pemberontakan kan? Kelihatannya punya sifat yang suka melawan." 


"Sifat yang suka melawan itu... sungguh sangat tidak sopan kamu ini." 

"Tapi sebenarnya iya kan? Kamu itu selalu tampak dingin, pasti di depan orang tua kamu juga suka 

melawan?" 


"Aku tidak pernah melawan, dan lagi pula aku tidak punya target untuk melawan." 


"Tidak punya?" 


"Orang tuaku meninggal karena kecelakaan saat aku masih kecil, sekarang aku tinggal bersama bibiku. Jadi, aku tidak bisa membayangkan diriku melawan bibi yang telah mengambilku." 


"…Ma, maaf. Aku tidak tahu situasimu." 


Tiba-tiba dia menjadi lembut, membuatku bingung bagaimana harus bereaksi. 


"Jangan minta maaf, itu tidak seperti kamu." 


"Tidak. Karena aku mengerti kepedihan kehilangan orang tua, jadi aku merasa harus minta maaf." 


"Demikian, ya?" 


Aku benar-benar tidak bisa menganggap Koinawa sebagai orang jahat. 


Tidak bisa marah secara terus terang tentang situasi di mana aku diancam, itu agak menyebalkan... 


Tapi, untuk saat ini lebih baik mengubah topik pembicaraan. 


Aku yang membuat pembicaraan menjadi berat. 


"Nih, Koikawa, kamu ada waktu setelah ini?" 


"Iya. Hari ini aku sengaja kosongkan." 


"Kalau begitu bagus. Sebenarnya, setelah ini..." 


"Jangan-jangan kamu mau mengajakku menghabiskan malam bersama di hotel?" 


"Sama sekali tidak. Aku hanya ingin tahu apakah kamu mau pergi ke suatu tempat bersamaku." 


"Tempat yang ingin dikunjungi? Bukankah hari ini rencananya hanya memancing dan selesai?" 


Aku memang merasa sedikit hambar hanya memancing setelah datang jauh-jauh ke Yokohama, jadi aku sudah menyiapkan satu rencana lain. 


"Karena sudah susah payah memancing, bukan sebagai ucapan terima kasih, tapi akan sangat membantuku jika kamu bisa menemani sedikit lagi." 


"Heh..."


Koikawa tersenyum nakal sambil mencongkel pipi aku dengan kuku merahnya.


"Kamu benar-benar mempersiapkan rencana kencan setelah memancing, Kou-kun juga punya sisi imut ya?"


"Mungkin hari ini kita harus berpisah di stasiun saja."


"Tidak perlu malu-malu dong!"


Koikawa menggoyangkan rambut pirangnya sambil senang hati mengguncang tubuh aku.


"Berhentilah, nanti aku mabuk bus."


"Tenang saja, kalau kamu muntah, aku akan merawatmu dengan baik."


"Itu sudah terlambat!"


Sambil digoyangkan oleh Koikawa yang duduk di sebelah aku, kami berdua kembali ke stasiun dengan bus.


"Jadi, kita akan pergi ke mana?"


"Kalau sudah bicara tentang Yokohama, hanya satu tempat itu."


"...Tempat itu?"


"Chinatown."



∆∆∆



Chinatown Yokohama—salah satu dari tiga Chinatown terbesar di Jepang, di mana berbagai restoran Tiongkok berjajar dan aura eksotis terasa.


"Wah... Aku sering melihatnya di televisi, tapi ini pertama kali aku benar-benar datang kesini."


Aku juga sering melihatnya di televisi, tapi ini juga pertama kali aku datang ke sini.


"Wataru-kun, fotoin aku dong."


Di depan pintu masuk Chinatown, Zennrinmon, Koikawa memberikan aku ponselnya dan memintaku untuk mengambil fotonya, jadi aku melakukannya dengan enggan.


"Kamu beruntung bisa mengambil foto pribadi aku."


"Tidak peduli."


"Ayo dong, biasanya aku tidak suka difoto loh."


"...Tetap saja tidak peduli."


aku mengembalikan ponselnya kepada Koikawa.


Kemudian, Koikawa menarik lengan aku, mendekatkan tubuhnya, dan mengambil selfie dengan kamera depan ponselnya.


"Hey!"


Selanjutnya, Koikawa sengaja menjepit lengan aku dengan dadanya sambil mengambil satu lagi selfie.

"Ini sudah cukup. Kalau kamu tidak ingin foto selfie berdua ini masuk ke kotak sepatu Nako-chan, kamu harus bersikap manis padaku."


"Dari foto sebelumnya juga, kamu benar-benar tidak kenal ampun."


"Ini juga salah satu teknik."


Mengesalkan dan menyebalkan.


Tapi, aku tidak ingin foto berdua kami dikirimkan kepada Sakurasaki.


"Jadi, bersikap manis itu seperti apa?"


aku akhirnya menuruti permintaannya.


"Untuk saat ini, puji aku. Bilang aku imut."


"Kamu kan idola, kenapa sih pengin banget dipuji imut? Kan biasanya kamu selalu dipuji-puji oleh penggemar?"


"Ya... Ada bedanya antara dipuji oleh penggemar dan orang yang ingin kamu puji."


"Kalau dipuji oleh orang sepertiku juga tidak akan membuatmu senang kan."


"Kamu tidak mengerti. Sudahlah, cepat puji aku!"


Koikawa mengguncang tubuhku dengan keras, mendesakku. Memang merepotkan, tapi akan lebih merepotkan jika fotoku digunakan, jadi lebih baik aku selesaikan ini dengan singkat.


"Kalau memuji, apa saja boleh ya?"


"Iya!"


"... Payudaramu besar. Itu saja."


(Pfn: 🗿 di luar nalar)


"Dasar terburuk."


Itu pujian terbaik, sih.


Sambil menangani Koikawa dengan sembarangan, aku melangkah masuk ke dalam kawasan Chinatown.


Karena hari libur, banyak turis yang datang, dan pasangan siswa SMP dan SMA berhenti sejenak untuk mengarahkan kamera ponsel mereka ke mana-mana.


"Ngomong-ngomong, Koikawa tidak menyamar ya?"


"Menyamar?"


"Iya, sekarang ini siapa saja bisa mengunggah foto ke SNS, dan jika ada yang melihat aku berjalan di tempat seperti ini, itu tidak akan baik."


"Tidak apa-apa kok. Toh, aku ini tidak terkenal."


"Tidak terkenal itu... Kamu itu idol, tidak mungkin tidak terkenal."


Ketika aku berkata begitu, Koikawa mengangkat bahu seolah-olah mengatakan ya sudahlah.


"Kou-kun itu benar-benar tidak tahu apa-apa ya. Seperti yang sudah kukatakan, aku ini hanya idol lokal. Tidak seperti idol populer yang berkilauan seperti Nako-chan."


"Panggung yang... berbeda?"


Mungkin karena aku terlihat belum paham, Koikawa mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sebuah video kepadaku.


"Ini adalah pertunjukan dari Sunny Palette, grup idol lokal yang aku ikuti, yang berlangsung di sebuah teater kecil permanen di Akihabara, dimana kami beraktivitas terutama di Nippori."

Dalam video tersebut, ada tujuh anggota berpakaian seperti seragam idol, bernyanyi dan menari di atas panggung yang sempit dan panjang.


Di sudut kanan paling ujung dari barisan tujuh orang tersebut, terlihat sosok Koikawa dengan pita ungu yang tampaknya merupakan warna khas anggota, menampilkan senyum yang agak canggung.


Kemampuan menari dan bernyanyi para idol, produksi panggung, dan kenyataan bahwa hanya ada penonton di baris depan meskipun venue itu sudah sempit... semua itu sangat berbeda jika dibandingkan dengan pertunjukan dome Raspberry Whip dari Sakurazaki yang pernah kutonton sebelumnya, aku tidak tahu harus berkata apa.


"Kamu sudah bisa menebak sekarang? Aku bukan idol 

super populer seperti Nako-chan, jadi tidak perlu khawatir tentang terungkap identitasku."


"O, oh."


Koikawa menarik lengan bajuku dengan lemah sambil menertawakan dirinya sendiri.


"Kamu kecewa? Mengetahui aku adalah idol yang hanya namanya saja..."


Sejak saat memancing, ekspresi percaya diri Koikawa tampak sedikit berubah.


Aku tidak terlalu mengerti tentang ranking atau popularitas seorang idol, tapi sepertinya Koikawa sangat memikirkannya.


"Kecewa? Aku sama sekali tidak tahu tentang idol kamu, jadi aku tidak mengharapkan apa-apa, dan juga tidak kecewa."


"…Fufu."


"Mengapa kamu tertawa di saat seperti ini?"


"Karena Kou-kun melihatku tidak dengan pandangan mesum atau melalui kacamata idol, itu aneh. Mungkin Nako-chan juga jatuh cinta pada hal ini?"


"Jadi, aku dan Sakurazaki tidak dalam hubungan seperti itu..."


Setiap kali aku mencoba menyangkal, Koikawa mendadak mendekat lagi, mendekatkan hidungnya ke leherku.


"Kou-kun, apakah kamu mengeluarkan feromon yang menarik idola ya? Cium-cium."


"Makanya jangan diendus!"


Aku langsung menarik Koikawa menjauh dan berjalan sedikit berjarak darinya.


"Ah, kan kita sedang kencan, sedikit skinship itu tidak apa-apa kan?"


"Apa-apaan, aku ini dijebak dengan foto jadi mau tidak mau ikutan."


"Meskipun kamu bilang begitu, terlihat kamu menikmatinya lho, Kou-kun?"


"Itu karena... ah, pokoknya, aku sudah reservasi restoran jadi ayo cepat berangkat."


"Reservasi?"


"Iya, kemarin aku reservasi restoran all you can eat. Walaupun aku dijebak dengan foto, hari ini kamu harus menuruti keinginanku untuk memancing. Sebagai permintaan maaf, gimana?"


"Kou-kun... meskipun datang kencan dengan terpaksa, kamu tampak sangat antusias ya."


"Bukan antusias."


"Eh? Kalau kamu tidak menantikannya, kamu tidak 

akan reservasi dong!"


"Hanya karena aku tidak suka mengantri saja."


"Hmm."


Koikawa tersenyum lembut, lalu lagi-lagi menyentuh pipiku dengan kuku merahnya.


"Terima kasih ya, Kou-kun."


"....Ah, yaudah, ayo kita berangkat."


Berbicara dengan Koi-kawa selalu membuatku kehilangan ritme somehow...


∆∆∆



Kami berjalan melewati jalan-jalan yang dipenuhi dengan aroma khas masakan China yang berminyak tapi harum, dan memasuki restoran yang telah kami reservasi.


Sesampainya di dalam, kami langsung diantar ke ruangan pribadi, dan aku dengan Koi-kawa duduk berhadapan dengan meja putar khas restoran China di antara kami.


"Kamu sengaja reservasi ruangan pribadi... Kou-kun, kamu pikirkan hal yang nakal ya?"


"Karena kamu idola, jadi aku reservasi ruangan pribadi sebagai tindakan pencegahan."

"Oh, begitu."


"Meski begitu, kamu tidak menyamar sama sekali."


"Seperti yang saya katakan sebelumnya, berbeda dengan Nako-chan, aku ini tidak terkenal jadi tidak perlu khawatir~"


Sambil berbicara tentang dirinya sendiri dengan nada merendahkan, Koi-kawa yang sebelumnya duduk di kursi di seberangku, tiba-tiba berdiri dan pindah duduk di sebelahku.


"Lebih baik di sini aja."


"Kenapa pindah ke sini?"


"Tidak apa-apa. Kalau kamu mau komplain... "


Koikawa menunjukkan layar utama ponselnya.


Saat aku melihatnya, aku melihat bahwa wallpaper layar utama adalah foto bersama yang kami ambil sebelumnya di depan gerbang.


"Kamu... itu tidak adil."


"Tenang saja. Aku bukan setan, dan aku hanya akan menggunakan ini untuk mengancammu hari ini saja."


"Itu bukan masalahnya."


"Kita punya waktu dua jam untuk all you can eat di sini, kan? Ayo makan sebanyak-banyaknya."


Koikawa tersenyum nakal sambil memperlihatkan sedikit gigi kelincinya.


Kami terus memesan satu demi satu lewat panel sentuh sambil melanjutkan obrolan.


"Tapi, kamu ini, Kou-kun, pasti sudah terbiasa kencan ya? Pertama kali kamu ajak aku memancing, aku pikir kamu ini orang aneh, tapi kamu bisa juga ya memesan tempat seperti ini."



"Yah, jika sudah berbicara soal keluar bersama cewek, pasti setiap cowok akan memikirkan berbagai hal. Ah, tapi untuk kali ini, sebenarnya karena aku ingin memancing dan juga mampir ke Chinatown."


"Hah? Jadi aku ini pilihan kedua gitu?"


"Aku kesal karena difoto diam-diam, jadi awalnya memang begitu pikirku. Tapi, ternyata Koikawa ini menarik dan aku berharap kamu bisa menikmati waktu bersama."


"…………"


"Kenapa? Tiba-tiba diam."


"Kamu ini… pasti populer ya?"


"Hah? Tidaklah. Aku ini orang yang hanya punya hubungan sosial minimalis, tidak mungkin populer."


"Jadi, kamu belum pernah berkencan sama gadis?"


"………"


"Berarti pernah dong?"


Diamku mencoba mengelak tapi gagal.


"Hanya sekali waktu SMP… tapi karena berbagai hal, kami cepat berpisah."


"Wah, gadis seperti apa?"


"Itu adalah――"


Saat itu, pesanan kami datang.


Xiao long bao, nasi goreng siram sirip hiu, dan juga 

bakpao daging――.


"Wah, kamu ini pesannya kebanyakan."


"Kan all you can eat, jadi gak apa-apa dong."


Sambil berkata demikian, Koikawa membuka tutup keranjang xiao long bao dengan mata berbinar.


"Selamat makan. Wah, lihat ini, kuah dagingnya…"


Meski tidak secepat Sakurazaki, Koikawa makan dengan menikmati dan tempo yang baik.


"Enak banget! Beda banget sama yang beku!"


Koikawa berkata begitu sambil makan xiao long bao dengan penuh semangat.


Tapi, dia ini… makan dengan lahap sekali.


"Kalau begitu, aku juga."


"Nih, aaah."


Koikawa mendekatkan xiao long bao yang nyaris tumpah karena kuah daging ke mulutku sambil menopang dengan tangannya.


"…Eh, aku sendiri saja."


Saat aku hendak menggunakan sumpit, Koikawa langsung menunjukkan ponselnya.

"…Ini dia."


"Kou-kun, ayo, aaah."


Dengan terpaksa, aku makan xiao long bao yang Koikawa dekatkan ke mulutku.


Perasaan ini… seakan merasa direndahkan.

Koikawa melihatku makan sambil tersenyum puas.


"Hihi. Tidak bisa makan sendiri, Kou-kun ini seperti bayi ya."


"Ini pertama kalinya aku ingin memukul cewek."


Tapi, xiao long bao ini memang beda kelas dengan yang dijual bebas.


Kuah dagingnya yang melimpah dan rasanya yang sangat lezat.


"Selanjutnya nasi goreng ya."

Sambil menyodorkan sendok yang sudah diisi nasi goreng siram, Koikawa mengancam dengan foto bersama.


Dia ini kelewatan…


Sambil menahan keinginan untuk bertengkar, aku terpaksa makan.


Rasa siraman dan sirip hiu yang lembut, ini bisa bikin ketagihan.


Aku, tanpa terganggu oleh permainan infantil Koikawa yang agresif, berfokus pada makanan dengan hati yang murni.


"Ngomong-ngomong, kamar ini juga dilengkapi TV ya."


Koikawa menemukan TV di sudut ruangan dan menyalakannya.


Dan kemudian――.


"Halo! Saya Sakurazaki Nako dari Strawberry Whip!"


"Eh?!


Saat itu, suara dari TV membuatku tersedak.


"Wah... sepertinya kamu dan aku tertangkap basah sedang selingkuh di TV, Nako-chan melihatnya ya?"


"Eh... bukan selingkuh atau apa pun itu."


"Padahal kamu terlihat sangat panik ya?"


"Itu karena aku terkejut!"


Kenapa aku sampai panik sih, aku!!



∆∆∆



Setelah dua jam makan sepuasnya berakhir, saat aku dan Himahara-san keluar dari restoran, malam sudah 

sepenuhnya turun.


"Terima kasih atas makanannya. Kou-kun."


"Ah, hari ini kamu menemani aku menghabiskan waktu luang, anggap saja itu sebagai ucapan terima kasih."


"Hehe, meski terlihat dipaksa, kamu terlihat sangat rendah hati ya?"


"Meskipun aku masih kesal karena dipaksa... tapi kan lebih baik bersenang-senang kalau sudah bermain di hari libur?"


Dipaksa kencan tapi lebih baik bersenang-senang?

Kanbara-san itu memang... sedikit berbeda.


Kalau cowok lain pasti langsung menghampiri aku dengan ekor bergerak-gerak, tapi Himahara-san berbeda.


Dia selalu menempatkan apa yang dia ingin lakukan, apa yang dia suka, di tengah-tengah kehidupannya, jadi pasti ada banyak hal yang lebih menarik di mata dia daripada aku.


Tidak peduli seberapa banyak aku dipuja oleh orang di sekitarku, jika itu tidak menarik bagi matanya, dia tidak akan tertarik.


Dia benar-benar memiliki "diri"nya sendiri.


Karena dia berbeda dari cowok lain, aku yakin akan ada hal-hal baru dan menarik jika aku bersamanya.


Itulah yang aku cari—satu-satunya orang.


"Foto terakhir itu baru saja aku hapus."


"Pasti kamu simpan di PC rumah atau sesuatu kan?"


"Bahkan jika aku menyimpannya... aku tidak ingin menunjukkannya kepada siapa pun."


"Ha, haah? Kau yang mengancam akan menunjukkannya kepada Sakurazaki jadi kita bertemu hari ini."


"Aku berubah pikiran. Aku ingin memiliki Kou-kun hanya untuk diriku sendiri."


Aku sudah memutuskan di hatiku.


"Ayo kita bermain lagi ya, pasti."


Himahara Kou, dialah... satu-satunya orang yang aku cari.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter



Post a Comment

Post a Comment